Angka pasti stok beras dalam negeri akan diketahui besok, Jum’at (8/9), setelah seluruh Kepala Dinas Pertanian dari berbagai daerah menyerahkan laporan surplus berasnya kepada Kementerian Perekonomian.
Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Badan Urusan Logistik Puspoyo Widjanarko disela-sela Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, di Gedung DPRRI, Jakarta, Kamis (7/9).
"Dalam pertemuan itu, seluruh pemda diminta untuk melaporkan jumlah surplusnya berapa, dijual dengan harga berapa, siapa kontak person-nya, karena akan kita beli, itu adalah kesepakatan tanggal 28 Agustus lalu," ujarnya.
Menurutnya, pada tanggal 28 agustus lalu, Kepala Dinas Pertanian dan Pemda seluruh Indonesia sudah melakukan evaluasi Inpres no.13 tahun 2005 tentang perberasan, dan dari pertemuan itu mereka menyadari pentingnya untuk memprioritaskan pengadaan dalam negeri.
Puspoyo menegaskan, meskipun data-data yang terkumpul besok menunjukan angka surplus beras, impor beras tetap akan dilakukan sebab kebutuhan stok beras dalam negeri sangat besar sekali mencapai 1,2 juta ton beras, sedangkan yang ada baru sekitar 530 ribu ton, padahal setiap bulannya kebutuhan beras yang sudah pasti akan didistribusikan untuk rakyat miskin, PNS dan TNI Polri sekitar 180 ribu ton.
"Stok aman real pemerintah standarnya 750 ribu sampai 1,2 juta, saat ini 530 ribu ton, tetapi setiap bulannya akan dikeluarkan 180 ribu ton sebagai raskin yang jumlahnya cukup banyak, 50 persen di antaranya petani produsen," jelasnya.
Ketika ditanya apakah beras impor akan mempengaruhi harga pasar, Ia menyakinkan harga pasar sudah naik sejak bulan Januari lalu di atas harga pembelian pemerintah (HPP), di mana HPP untuk beras berkisar 3.500 rupiah perkilogram, begitu juga untuk gabah kering giling 1.730 rupiah per kilogram, namun kenyataan dipasaran berkisar antara 2.000 sampai 2.200 rupiah per kilogram, sehingga sebetulnya petani mengalami keuntungan dalam hal ini.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPRRI Suswono menilai, langkah pemerintah melakukan impor beras sebanyak 210 ribu ton dengan alasan meredam inflasi, merupakan kebijakan yang tidak tepat, sebab masih banyak upaya lain yang lebih tepat untuk mengatasi masalah itu.
"Impor beras yang semata ditujukan untuk stabilisasi harga beras adalah keputusan instan yang mengorbankan petani, kalau mau ekonomi stabil lakukan deregulasi yang dapat memperlancar arus barang dan jasa, kurangi ekonomi biaya tinggi," tandasnya
Ia menegaskan, jika Bulog tidak mampu membeli gabah petani karena di atas harga HPP, Komisi IV DPRRI siap memberikan tambahan insentif selisih harga untuk menaikan HPP. Dirinya meminta Bulog terus membeli gabah dari petani produsen, agar harga gabah petani bisa kembali normal.(novel)