Anggota Komisi II DPR F-KB Saifullah Maksum kembalikan uang tunjangan operasional/komuniksi intensif DPR sebesar Rp 60 juta. Dana itu dikembalikan ke konstituennya sebagai wujud konsekuensi sikapnya di sidang paripurna DPR tahun lalu.
“Pengembalian tunjangan senilai Rp 60 juta itu merupakan bentuk dari sikap konsisten, karena sebelumnya saya menolak tunjangan bagi anggota DPR,” kata Saifullah Maksum kepada wartawan di Gedung DPR/MPR Senayan Jakarta, Senin (6/2).
Menurutnya, uang sejumlah Rp60 juta itu tidak terlalu berarti bagi keuangan negara. Tapi sebagai bentuk pertanggungjawaban politik kepada publik yang telah mengetahui anggota DPR pernah menyatakan menolak tunjangan itu, maka dana itu harus dikembalikan.
“Ini sekaligus upaya untuk membangun budaya politik jujur tidak manipulatif dan bertanggung jawab, sesuatu yang saat ini sudah mulai pudar,” katanya.
Dijelaskannya, sebelumnya sudah ada sejumlah anggota DPR yang juga sepakat menolak kenaikan tunjangan tersebut. Alasannya, momentumnya tidak tepat mengingat kehidupan masyarakat yang sangat sulit.
Sejumlah anggota DPR yang menolak tunjangan itu menilai, kenaikan tunjangan itu baru bisa dilakukan apabila mekanisme kesejahterakan rakyat kecil melalui berbagai program sudah terlaksana, seperti kemudahan bagi petani mendapatkan pupuk, pembebasan pengobatan bagi rakyat kecil dan biaya murah bagi anak didik mulai dari SD hingga perguruan tinggi.
“Sampai saat ini mekanisme itu belum terlaksana dan hanya menjadi wacana saja. Bahkan sangat sulit untuk direalisasikan. Karena itu kami menolak kenaikan tunjangan itu dan kami wujudkan dalam bentuk pengembaliannya ke kas negara,” tandasnya.
Sebelum Saifullah Maksum, sejumlah anggota DPR juga telah mengembalikan dana tunjangan itu ke kas negara, di antaranya Jacobus Mayongpadang, Manggara Siahaan dari F-PDIP, Ali Mochtar Ngabalin dari F-BPD, Dradjad Wibowo F-PAN. (dina)