Dokumen Rahasia Isu Keterlibatan Nunun Adang Daradjatun

foto: berita sore

Masyarakat, khususnya warga Jakarta, tentu masih ingat dengan tokoh publik bernama Adang Daradjatun. Mantan calon gubernur DKI Jakarta yang diusung PKS ini kini telah menjadi anggota DPR dari PKS daerah pemilihan III DKI Jakarta.

Nama Adang Daradjatun dalam sepekan terakhir ini ramai dibicarakan orang terkait sepak terjang isteri beliau, Nunun Nurbaeti. Nunun diduga terlibat dalam gratifikasi uang milyaran rupiah kepada sejumlah anggota DPR pada tahun 2004. Gratifikasi tersebut terkait dengan pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Gultom.

Sebuah dokumen rahasia yang diduga milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beredar di kalangan wartawan. Dokumen tersebut berjudul Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LK TPK) yang ditandatangani wakil ketua KPK Bidang Penindakan, Chandra M Hamzah dan Direktur Penyelidikan KPK, Iswan Elmi.

Dalam dokumen setebal tiga halaman itu, Nunun dinyatakan dapat disangkakan telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, jl Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP Pidana.

Berikut di antara isi dokumen yang belum bertanggal tersebut.

…agenda utama penyampaian kebijakan partai dalam pencalonan DGS BI 2004-2009 yaitu Miranda, kemudian beberapa hari setelah pertemuan tersebut pada tanggal 29 mei 2004 atas prakarsa dari Panda Nababan seluruh anggota F PDIP di komisi IX diundang untuk bertemu dengan Miranda, acara dilaksanakan di Dharmawangsa hotel, Jakarta.

Bahwa permintaan dukungan kepada anggota dewan agar mendukung Miranda disertai pemberian janji-janji sejumlah uang dan atau setidak-setidaknya pada waktu itu beredar kabar bahwa bagi pendukung Miranda telah tersedia sejumlah besar dana.

Bahwa Miranda juga melakukan upaya sendiri untuk melakukan lobby-lobby ke kelompok-kelompok frakasi lain selain PDIP yaitu antara lain kepada Fraksi TNI/Polri dengan cara mengundang untuk mengadakan pertemuan dalam rangka menyampaikan visi dan misi serta program kerjanya di sebuah gedung di Jalan Sudirman Jakarta.

Bahwa dalam periode sebelum dilakukan proses fit and proper test pada tanggal 8 juni 2004. Adang Daradjatun (waktu itu menjabat sebagai Waka Polri) dengan alasan yang belum diketahui telah menelepon Udju Djuhaeri yaitu salah satu anggota Fraksi TNI/Polri di Komisi IX yang juga mantan anak buahnya di Kepolisian dan Adang Daradjatun meminta agar Fraksi TNI/Polri mendukung Miranda sebagai DGS BI.

Bahwa pada sekitar 8 juni 2004 pada pagi hari sekitar jam 08.00 sd 09.00 PT Bank Artha Graha telah membeli Travellers Cheque (TC) dari PT BII sebanyak 480 lembar dengan nilai nominal @ Rp 50 juta atau keseleruhan senilai Rp 24 miliar. kemudian dengan cara yang belum diketahui bahwa TC sebanyak 480 lembar tersebut sampai ke tangan Nunun N Daradjatun (nunun) yaitu Isteri Adang Daradjatun dan juga sebagai direktur PT Wahana Esa Sembada (PT Sembada) dan Pemilik PT Wahana Esa Sejati (PT Sejati).

Bahwa pada sekitar bulan juni 2004, nunun meminta bantuan Ahmad Hakim Safari MJ (arie) yaitu salah satu direktur PT Sejati yang merupakan salah satu perusahaan milik Nunun untuk memberikan tanda terima kasih dari seseorang. Alasan nunun meminta tolong kepada Arie adalah karena tanda terima kasih tersebut diperuntukan untuk anggota dewan.

Bahwa beberapa hari kemudian setelah permintaan Nunun untuk memberikan tanda terimakasih, Arie yang sedang berada di ruangannya di kantor PT Sejati di jalan Riau nomor 23 Jakarta Pusat ditelepon oleh Nunun dan diminta untuk ke ruangan yang bersangkutan di gedung PT Sembada di jalan Riau nomor 17-19 Jakarta Pusat (PT Sembada dan PT Sejati alamatnya di gedung yang sama hanya beda nomor). kemudian Arie datang keruangan Nunun dan di dalam ruangan tersebut ada satu orang lain yang kemudian diperkenalkan oleh nunun sebagai Hamka Yandhu. pada kesempatan tersebut arie melihat disamping meja Nunun terdapat 4 (empat) kantong belanja terbuat dari kanrton/kertas yang masing-masing diberikan label merah, kuning, hijau dan putih. Di dalam masing-masing kantong belanja tersebut terdapat amplop coklat. Kepada Arie, Nunun mengatakan bahwa nanti akan ada anggota dewan yang akan mengambil titipan di ruangan Arie dan Nunun juga mengatakan bahwa ini semua sudah diatur sehingga Arie tinggal menyerahkan saja. Kemudian Arie kembali ke ruangannnya dan beberapa saat kemudian datang office boy membawa kantong belanja dengan label kuning. Setelah itu datang Hamka Yandhu masuk ke ruangan Arie dan mengatakan "mau mengambil titipan Ibu Nunun" dan Arie menyerahkan kantong belanja dengan label Kuning kepada Hamka Yandhu.

Bahwa pada hari yang sama setelah menyerahkan tanda terima kasih dari seseorang kepada Hamka Yandhu, Arie menerima dua kali telepon dari dua orang yang tidak dikenalnya yang meminta untuk bertemu yaitu satu orang minta ketemu di rumah makan Bebek Bali di Taman Ria Senayan dan satu orang lainnya minta ketemu di lobby Hotel Atlet Century Park. Setelah mendapatkan telepon tersebut Arie menghubungi Nunun dan Nunun mengatakan "kalau begitu sekalian saja semuanya". Setelah telepon Nunun, Arie menerima telepon dari seseorang yang akan datang pada sore hari ke kantor mengambil titipan setelah itu datang ofice boy ke ruangan Arie membawa 3 (tiga) kantong belanja dengan masing-masing berlabel merah, hijau dan putih. Pada label kantong belanja berlabel merah tertulis Taman Ria Senayan, kantong berlabel hijau tertulis Hotel Atlet Century Park, sedangkan pada kantong belanja dengan label putih tidak tertulis apa-apa.

Bahwa pada hari yang sama setelah arie menerima 3 (tiga) kantong belanja dari Nunun kemudian Arie mengantarkan kantong belanja dengan label merah dan hijau ke tempat yang sudah disepakati melalui telepon, yaitu rumah makan Bebek Bali di Taman Ria Senayan untuk menyerahkan kantong belanja dengan label merah dan ke lobby Hotel Atlet Century Park untuk mengantar kantong belanja dengan label hijau.

Bahwa pada saat menyerahkan kantong belanja yang ada label merahnya di rumah makan Bebek Bali, Arie tidak mengenal orang yang menerima/mengambil kantong belanja tersebut, namun setelah diperlihatkan foto-foto Dudhie Makmun Murod yaitu anggota Fraksi PDIP di komisi IX DPR RI Arie mengatakan bahwa yang menerima kantong belanja dengan label merah adalah sdr Dudhie Makmun Murod

Bahwa pada hari yang sama setelah Arie ketemu dengan Dudhie Makmun Murod di Taman Ria Senayan kemudian Arie ke Hotel Atlet Century Park kemudian menemuinya di lobby hotel Arie menyerahkan kantong belanja dengan label hijau kepada orang yang sebelumnya melalui telepon meminta ketemu di lobby hotel tersebut. Pada saat menyerahkan kantong belanja dengan label putih kepada Udju Djuhaeri, kemudian yang bersangkutan mengambil amplop coklat yang ada didalam kantong belanja dengan label putih dan menyobeknya amplop tersebut dan mengeluarkan isinya yaitu empat amplop putih yang masing-masing telah tertulis nama Udju Djuhaeri, Darsup Yusuf R Sulistiadi dan Suyitno. Selanjutnya Udju Djuhaeri membagikan tiga amplop kepada tiga rekannya sesuai nama yang tertera di amplop tersebut dan untuk amplop yang atas namanya sendiei disobek di depan Arie, Darsup Yusuf, R Sulistiyadi dan Suyitno dan dikeluarkan isinya yaitu 10 lembar TC.

Bahwa pada hari Selasa tanggal 8 juni 2004 adalah bertepatan dengan waktu dilakukannnya Rapat Umum Dengan Pendapat Komisi IX DPR RI bertempat di Gedung Nusatara I dengan acara presentasi dalam rangka Fit and Proper test calon DGS BI. Hadir dalam rapat tersebut adalah 3 orang calon DGS BI yaitu Miranda, Budi Rochadi dan Hartadi A Sarwono. Anggota dewan yang hadir sejumlah 54 orang dari 57 anggota Komisi IX. Berdasarkan daftar hadir rapat dimulai pukul 09.00 WIB dan selesai malam hari. Melalui proses voting tertutup, akhirnya Miranda terpilih sebagai calon DGSBI yang disetujui DPR RI. Hasil voting terpilih sebagai berikut 1, miranda mendapatkan 41 suara, Budi Rochadi mendapatkan 12 suara dan Hartadi A Sarwono mendapatkan 1 suara.

Bahwa dari hasil penelusuran atas asal-usul TC diperoleh bukti bahwa TC tersebut dibeli oleh PT BAG atas permintaan order dari PT First Mujur Plantation dan Industri (PT FPMI) dan berdasarkan penelusuran atas pencairan TC tersebut diperoleh data sebagai berikut.

  • Sebanyak 205 (dua ratus lima) lembar TC tersebut senilai Rp 10,25 milyar rupiah telah diterima dan atau dicairkan oleh 18 (delapa belas) anggota komisi IX dari FPDIP dan satu orang anggota FPDIP di Komisi IX.
  • Sebanyak 145 (seratus empat puluh lima) lembar TC senilai Rp 7,25 miliar telah diterima dan atau dicairkan oleh 13 (tigabelas) anggota komisi IX dari FPG.
  • Sebanyak 30 (tiga puluh) lembar TC senilai Rp 1,5 miliar telah diterima dan atau dicairkan oleh tiga orang angota komisi IX dari FPPP.
  • Sebanyak 40 (empat puluh lembar) TC senilai Rp 2 miliar telah diterima dan atau dicairkan oleh empat orang anggota komisi IX dari F TNI/Polri.
  • Sebanyak 20 (dua puluh) lembar TC senilai Rp 1 miliar telah diterima dan atau dicairkan oleh Sumarni yaitu Sekretaris Pribadi Nunun N Daradjatun.
  • Sebanyak 33 (tiga puluh tiga) lembar TC senilai Rp 1,65 miliar telah diterima dan atau dicairkan oleh perorangan yang belum didapatkan keterkaitannya dengan anggota dewan.
  • Bahwa TC yang diterima anggota komisi IX DPR RI diduga sebagai hadiah karena anggota Komisi IX DPR RI telah memilih Miranda sebagai DGS BI mengalahkan dua kandidat lainnya.

Dari fakta-fakta yang telah diperoleh sebagaimanan tersebut di atas telah diketemukan bukti permulaan yang cukup atas perbuatan Dudhie Makmun Murod, Hamka Yandhu, Endin Aj Soefihara, Udhu Djuhaeri dan kawan-kawan menerima hadiah berupa TC karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dari Nunun Nurbaeti Daradjatun terkait dengan pemilihan Miranda S Gultom menjadi DGS BI dengan nilai keseluruhan TC yang diterima sebesar Rp 24 miliar rupiah oleh karenanya Dudhie Makmun Murod; Hamka Yandhu; Endin AJ Soefihara; Udju Djuhaeri dan kawan-kawan dapat disangkakan telah melanggar pasal 5 (2) atau pasal 11 atau pasal 12 B UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 (1) kesatu hurub b atau pasal 13 UU 31/1999 sebagimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 jo pasal 55 (1) kesatu KUHPidana, dan Nunun N Daradjatun dapat disangkakan telah pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaiamana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.

Demikian laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LK TPK) ini saya buat dengan sebenar-bernarnya atas kekuataan sumpah jabatan.

Diakhir dokumen ini terdapat tanda tangan Chandra M Hamzah (Wakil Ketua) sebagai Pimpinan di sebelah kiri dan tanda tangan Iswan Elmi (direktur penyelidikan) sebagai pelapor.

Hingga kini, belum ada berita tanggapan dari KPK soal peredaran dokumen rahasia ini. Namun, sejak awal, Nunun Daradjatun telah membantah keterlibatannya dalam kasus gratifikasi pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia ini. (mnh/inilah)