Pemerintah diminta memberi kewenangan lebih luas kepada Badan Narkotika Nasional (BNN). Hal ini penting dan mendesak lantaran kejahatan narkotika akhir-akhir ini tergolong tinggi.
Hal itu disampaikan anggota Komisi III Agus Purnomo saat rapat dengar pendapat antara Komisi III dengan Kepala BNN Made Mangku Pastika dan jajarannya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/6).
“Sementara ini BNN mengalami kegamangan karena posisi organisainya yang kurang efektif. BNN tidak bisa melakukan eksekusi. Seharusnya ia bisa sampai seperti KPK. BNN hanya bisa mencegah,” kata dia.
Dengan demikian, katanya, kejahatan narkotika betul-betul bisa dikurangi. “Kejahatan narkotika ini membahayakan bagi bangsa. Pemerintah perlu memperbanyak lagi sosialisasi dampak narkotika,” tuturnya.
“30 sampai 60% kejahatan yang dilakukan para terpidana di penjara adalah kejahatan narkotika. Ini yang harus jadi perhatian kita. Semua penghuni lapas, rata-rata diisi pengguna narkoba,” kata politis PKS asal Yogyakarta.
Menurut Agus, agar BNN bisa berfungsi lebih luas dan bisa melakukan tindakan bagi pelaku narkotika maka pemerintah harus memberi kewenagan pencegahan sekaligus penindakan sebagaimana KPK menangani korupsi. “Solusinya kewenangannya harus ditambah,” ujar dia.
Kejahatan narkotika, sambungnya, termasuk tindakan kriminal berat, tapi sayang BNN tidak bisa melakukan tindakan yang berarti bagi para pelakunya.
Dalam laporan BNN, disebutkan biaya yang harus ditanggung pemerintah untuk penanggulangan bahaya narkotika mencapai Rp 23, 6 triliun per tahun. Para pengguna yang tercatat BNN mencapai 3,2 juta jiwa, 79 persennya adalah pecandu narkoba, dan 21 persenya pemakai teratur narkoba. "Kita minta dukungan Dewan untuk mengatasi masalah ini," ujar Made Mangku Pastika. (fud)