Eramuslim.com – Eks Presdir PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro dihadirkan sebagai saksi dalam lanjutan persidangan Mohamad Sanusi di PN Tipikor Jakarta Pusat. Keduanya merupakan terpidana kasus suap Raperda Reklamasi yang telah menjalani masa penahanan di Lapas Sukamiskin.
Dalam kesaksiannya, Ariesman mengatakan perusahaannya telah menyetor Rp 1,6 triliun kepada Pemprov DKI sebagai bagian tambahan kontribusi dari PT Muara Wisesa Samudera dan PT Jaladri Kartika Paksi. Kedua perusahaan itu adalah anak perusahaan PT APL yang dipimpin Ariesman waktu itu.
“Ada tambahan kontribusi dari APL Rp 1,6 triliun. Itu di luar kewajiban dan kontribusi 5 persen,” ucap Ariesman saat bersaksi, Senin (26/9/2016).
Dia mengatakan Rp 1,6 triliun itu merupakan bagian tambahan kontribusi yang dibayar di awal. Namun dia mengaku tak begitu mengetahui rincian tambahan kontribusi tersebut.
“Saya tak ingat pastinya. Izin ini izin lama, saya tidak hafal pastinya. Tapi saya pernah dengar dari pendahulu-pendahulu, bahwa ada semacam setoran ke Pemda DKI,” kata Ariesman.
PT APL memang sudah memiliki beberapa kerjasama dengan Pemprov DKI. Hal ini sempat menjadi pertimbangan majelis hakim dalam pemberian vonis kepada Ariesman beberapa waktu lalu.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam kesaksiannya untuk persidangan Ariesman 25 Juli lalu, Ahok mengakui PT APL memiliki sejumlah proyek bersama pemorov DKI. Salah satu bentuk kontribusinya adalah Rusunawa Daan Mogot.
“Banyak proyek Pemprov DKI yang dikerjakan PT APL, ada beberapa kewajiban seperti rusun, jadi pengembang punya kewajiban untuk bangun rusun,” kata Ahok saat itu.
Di proyek reklamasi, ada juga kerjasama antara pemprov DKI dengan PT APL. “Kami ada perjanjian kerjasama, ada 2 pulau bersama PT Muara Wisesa Samudera dan PT Jaladri Kartika Paksi,” jelas Ahok.
KPK sendiri menaruh perhatian terhadap tambahan kontribusi dalam kasus suap raperda reklamasi ini. Mereka sempat mempertanyakan apakah tambahan kontribusi sudah memiliki payung hukum.
Pimpinan KPK Agus Rahardjo sebelumnya pernah mengatakan Pemprov DKI tak bisa sembarangan meminta para perusahaan pengembang reklamasi untuk membayar tambahan kontribusi tanpa ada dasar hukumnya.
“Kalau dirasakan pengembang menikmati untung terlalu besar dan kompensasi perlu ditambah, harusnya dibuat dulu peraturan daerah. Lah ini, perdanya belum ada, tapi tambahan kompensasi sudah diminta. (Tambahan) itu diwujudkan dalam bentuk jalan, rumah susun,dan lain-lain,” ucap Agus.
KPK juga mempertanyakan tambahan kontribusi yang sudah dibayar di awal yang tidak diklasifikasikan sebagai pemasukan ke kas daerah. Padahal, nominal pembayaran awal tambahan kontribusi itu sangat besar. Untuk itu KPK berjanji untuk mendalami penemuan ini.
“Pelaksanaan (tambahan kontribusi) juga off budget lagi. Kemudian tidak tercatat sebagai pemasukan di APBD. Ini memang agak kurang tepat. Ini yang sedang kita dalami,” kata Agus.(ts/dtk)