Bencana Kemarin dan Hari ini


Belum habis peluit, belum usai putaran roda. Aku dengar jerit dari Bintaro. Satu lagi catatan sejarah airmata, airmata….

Itulah penggalan lirik lagu Iwan Fals tentang bencana kereta api di tahun 1987. Lagu itu hanya ekspresi salah satu dari sekian banyak bencana dan tragedi yang terjadi di masa lalu. Indonesia punya banyak catatan tentang bencana serupa, misalnya Tampomas, pesawat-pesawat yang terpuruk, bis dan truk yang tabrakan dan terguling, dan lain sebagainya.

Bencana, memang sudah menjadi salah satu kehendak dan ketentuan dari Allah swt. Walau bencana masih bisa dihindari dengan doa dan perbuatan amal shaleh, tetapi pada intinya bencana selalu sama: memberikan kehilangan yang besar kepada siapapun yang ditinggalkan. Dan kehilangan—sejalan dengan kematian yang juga telah ditentukan oleh Allah swt, akan terjadi pada semua yang bernyawa, dengan berbagai cara.

Namun, jika kita perhatikan beberapa tahun terakhir ini, ada perbedaan besar antara bencana kemarin dan hari ini. Bencana-bencana besar pada masa lalu lebih banyak adanya campur-tangan manusia—human’s error. Siapa menyangkal jika dalam tragedi Bintaro atau Tampomas, ada kesalahan prediksi atau perhitungan secara mekanisme? Bencana-bencana besar yang berasal dari alam tercatat hanya terjadi dalam rentang sekian tahun. Misalnya meletusnya gunung Galunggung di Jawa Barat.

Namun sekarang, bencana yang terjadi sudah di luar kekuasaan dan campur tangan manusia. Apa yang bisa dilakukan secara teknis oleh manusia ketika Tsunami Aceh terjadi dan menelan ribuan korban? Pun begitu dengan yang terjadi baru-baru ini di Tasik dan Sumatra Barat. Bencana-bencana itu melindas tiba-tiba. Dan mungkin terjadi ketika tak seorang pun pernah berpikir di sekitarnya tak akan pernah terjadi murka alam. Ketika Tsunami Aceh menghantam, para penduduk di salah satu wilayah yang sekarang terkena bencana berujar, “Kami ini jauh dari laut. Jadi tidak mungkin lah akan terjadi sesuatu yang mengerikan kepada kami.” Sekarang, kalau Allah swt sudah menghendaki, apa yang bisa menghalangi?

Lantas, apa yang bisa menghindarkan bencana-bencana itu datang kepada kita? Apakah kita tetap akan melanjutkan hidup begitu saja, sembari terus bersikap, jika ketentuan Allah swt telah berlaku, ya sudah terjadi-lah? Seperti yang sudah disebutkan di atas, doa dan perbuatan amal sholeh diyakini bisa mengubahnya. Jika Allah swt mendengarkan hamba-Nya yang berbuat baik dan taqwa, apa sulitnya bagi Allah swt untuk mengubah semua apapun di dunia ini?

Bencana hari ini, mungkin bisa kita renungkan dari penggalan lagu Ebiet G. Ade: Tuhan pasti telah memperhitungkan, amal dan dosa yang kita perbuat…. (sa)