Maksud dari gerakan freeze mob adalah untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat melalui fakta-fakta yang tertulis pada sign mengenai isu gizi buruk yang menimpa anak-anak di Asmat, Papua, isu penghidupan kembali dwifungsi TNI-Polri, dan penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa.
Aksi simbolik membunyikan peluit dan pemberian kartu kuning yang ditujukan kepada Presiden bertujuan untuk memberi peringatan karena masih banyak isu yang membuat masyarakat resah atas kondisi Indonesia.
Kepala Kajian dan Aksi Strategi BEM UI, Alfian Tegar Prakasa mengatakan isu gizi buruk di Asmat berdasarkan data Kemenkes menyebutkan terdapat 646 anak terkena wabah campak dan 144 anak menderita gizi buruk. Selain itu ditemukan pula 25 anak suspek campak serta empat anak yang terkena campak dan gizi buruk.
“Kondisi gizi buruk tersebut tidak sebanding dengan dana otonomi khusus yang pemerintah alokasikan untuk Papua. Pada 2017, dana otsus untuk Papua mencapai Rp 11,67 triliun, yaitu Rp 8,2 triliun untuk Provinsi Papua dan Rp 3,47 triliun untuk Provinsi Papua Barat,” ujar Alfian dalam keterangannya.
Isu yang kedua, lanjut dia, penunjukan Asisten Operasi Kapolri Irjen Mochamad Iriawan sebagai Plt Gubernur Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin sebagai Plt Gubernur Sumut kembali memunculkan dwifungsi Polri/TNI.
“Hal tersebut dikhawatirkan dapat mencederai netralitas Polri/TNI,” ujar Alfian.
Lalu isu yang ketiga, yaitu draft peraturan baru organisasi mahasiswa yang dinilai mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.
“Isu gizi buruk di Asmat, dwifungsi Polri/TNI, dan peraturan baru ormawa merupakan isu yang mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia di penutup tahun 2017 dan awal tahun 2018. Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya,” terang Zaadit.