Snouck Hurgronje, Agen Belanda yang Pura-Pura Masuk Islam

Eramuslim – Pada masa penjajahan Belanda, Snouck Hurgronje dimintai nasihat terkait perlawanan rakyat Indonesia, yang terutama gencar muncul dari Aceh. Hurgronje memang sengaja dikirim ke Aceh untuk mempelajari gerakan politik rakyat di tanah yang dijuluki Serambi Mekkah itu.

Dari masa tinggalnya di Aceh mulai Juli 1891 sampai Februari 1892, dikutip dari “Christian Snouck Hurgronje: History Of Orientalist Manipulation Of Islam – Analysis“, Snouck menyusun laporan intelijen dengan satu poin penting: Perlawanan di Aceh tidak benar-benar dipimpin oleh Sultan, seperti yang selalu dipikirkan Belanda, namun oleh ulama-ulama Islam.

Snouck mengatakan tidak mungkin bernegosiasi dengan para ulama. Ideologi Islam yang menentang penjajahan telah tertanam kuat dalam pemikiran mereka. Maka yang dianjurkan Snouck kepada pemerintah Belanda bukan lah melobi ulama, melainkan langsung menggunakan cara-cara kekerasan.

Snouck Hurgronje menyambut Pangeran Saud di Leiden University, 1936. Sumber foto: Wikimedia Commons

Menurut Snouck, kekerasan terhadap ulama akan sangat ampuh membungkam mereka dari menyampaikan ajaran-ajaran soal jihad, negara Islam, dan konsep Politik Islam lainnya; dan ke depannya hanya bicara soal Hari Akhir dan ritual ibadah.

Sarannya tersebut awalnya diabaikan pemerintah Belanda. Penyerangan tetap dipusatkan pada Sultan. Namun sampai tahun 1896, Aceh belum bisa ditaklukkan. Hingga akhirnya Belanda mengubah taktik dengan mengangkat jenderal Joannes Benedictus Van Heutsz sebagai gubernur Hindia Belanda. Van Heutsz kemudian menunjuk Snouck menjadi penasihatnya.

Dengan posisi tersebut, Snouck berhak menasihati pasukan tentara dan ikut ekspedisi-ekspedisi militer. Pemerintah Belanda kemudian meluncurkan kampanye “cari dan bunuh ulama Aceh”. Ekspedisi ini terealisasi dan pada 1903, setelah 30 tahun perang, Belanda akhirnya mendeklarasikan kemenangan di Aceh.