Belajar dari Korban Tsunami, DPR Usul RUU Penanggulangan Bencana

Melihat proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang lamban teradap korban bencana tsunami dan gempa di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias (Sumatera Utara ) pada 26 Desember 2004 silam, DPR RI akan mengajukan Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Bencana Alam untuk dibahas bersama pemerintah pada masa sidang Januari 2006 mendatang. Demikian anggota Komisi VI DPR dari FKB Abdullah Azwar Anas kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Selasa (27/12).

“Dalam draf RUU Bencana Alam tersebut diatur, misalnya, menyangkut keputusan pemerintah tentang darurat bencana berdasarkan tingkatan. Juga ada posko penanggulangan bencana meliputi kapan bereaksi cepat dalam penanggulangan, evakuasi, dan penyelamatan korban jika diperlukan. Sehingga Posko nantinya dapat meminta sumber daya yang dibutuhkan termasuk TNI/Polri, dan pihak asing dalam satu komando. Khusus TNI, keterlibatan mereka harus mendapat keputusan politik DPR,” papar dia.

Menurutnya, DPR RI telah menggodok RUU tersebut selama 6 bulan pasca tsunami NAD sebagai respons DPR untuk menanggulangi bencana yang terjadi di Indonesia, seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus, longsor, banjir, dan sebagainya. Apalagi selama setahun tsunami di Aceh, belum ada penanggulangan yang baik dan cepat.

Ia menegaskan, jika RUU itu nantinya disahkan, maka akan ada satu badan khusus yang independen untuk menanggulangi bencana yang terjadi di Indonesia. Di mana badan tersebut langsung bertanggung jawab kepada presiden dan anggaran biayanya ditetapkan melalui APBN, sehingga badan independent ini bisa dipertanggungjawabkan dan harus bekerja secara profesional.

Dalam draf RUU Penanggulangan Bencana yang terdiri dari 13 Bab dan 79 pasal. Di antara pasal-pasal itu dibutkan, "Pemerintah berhak menentukan daerah terlarang untuk pemukiman, mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak seseorang atau masyarakat atas suatu benda yang terkena bencana demi kepentingan masyarakat itu sendiri. (dina)