Begini Permainan Ahok Dalam Penentuan NJOP Sumber Waras

ahok-sumber-waras-lagi-2Eramuslim.com – Pengamat Kebijakan Publik, Amir Hamzah, menelanjangi permainan Gubernur DKI Jakarta soal penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) RS Sumber Waras. Amir Hamzah adalah orang yang juga telah melaporkan Ahok ke KPK atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras.

Amir mengaku memiliki semua bukti dokumen dan kronologis lengkap terkait konspirasi jahat Ahok dengan sang pemilik lahan Ketua Yayasan RS Sumber Waras, Kartini Mujadi, khususnya dalam menentukan NJOP.

‎”Soal NJOP, ada keanehan yang cukup fundamental. Ya beginilah kalau sejak awal memang proyek ini dipaksakan. Sehingga semuanya penuh rekayasa,” kata Amir sembari menunjukkan setumpuk document rekayasa Ahok.

Menurut dia, setelah beberapa kali Ahok melakukan pertemuan dengan Kartini Muljadi. Tepat pada tanggal 8 Juli 2014, Ahok sudah menyetujui harga yang ditawarkan pihak Yayasan RS S‎umber Waras dengan NJOP sebesar Rp20.755.000, tanpa melalui prosedur yang semestinya.

njop“Ingat, yang menentukan NJOP itu bukan Ahok. Tapi harus Dinas Penilaian Pajak‎ Pemrov DKI sebagai pelaksana kebijakan keuangan daerah,” papar Amir.

Namun, Amir menjelaskan, berdasarkan dokumen yang ada, Kepala Dinas Kesehatan DKI baru mengajukan surat Permohonan Keterangan NJOP Tanah Yayasan Kesehatan Sumber Waras bernomor: 10173/-1.711.62 kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 16 Desember 2014.

“Tetapi anehnya, sebelum surat jawaban dari Dinas Pelayanan Pajak keluar, tepatnya pada tanggal 17 Desember 2014, antara Kepala Dinas Kesehatan DKI, dr. Dien Emawati dan Ketua Yayasan Kesehatan RS Sumber Waras, Kartini Muljadi sudah terjadi akte pelepasan hak dengan harga 20,755.000, dan itu dilakukan di depan notaris.”

Padahal, lanjut Amir, surat jawaban dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak baru keluar pada tanggal 29 Desember 2014‎. “Meskipun memang isinya menyatakan NJOP itu sebesar 20,755.000,” terang Amir.

“Ini jelas ada upaya pengkondisian yang sistematis, meski realisasinya amburadul.‎ Jadi, surat dari Dinas Penilaian Pajak itu, saya menduga, si Kepala Dinas Pelayanan Pajak mengeluarkan surat tersebut karena ditekan dan diperintah oleh Ahok, demi ‘melegalkan’ persekongkolannya dengan pihak yayasan RS Sumber Waras,” ungkap Amir.

‎”Kalau saya boleh bilang, kira-kira perintah Ahok kepada anak buahnya (Kepala Dinas Penilaian Pajak) begini, ‘segera bikin suratnya, anggarkan Rp 20,755.000 juta itu. Dia sebagai bawahan Ahok langsung nurut, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, kalau gak, dia dipecat,” ujar Amir.

Berdasarkan rangkaian fakta kronologi tersebut, siapapun bisa dengan mudah untuk menyimpulkan, bahwa kasus proyek RS Sumber Waras memang direkayas‎a sedemikian rupa.

Menurut Amir, andaikan tidak ada rekayasa dan Ahok melakukannya dengan normal, tanpa ada maksud terselubung, maka sepatutnya transaksi tersebut dilakukan sesuai aturan.

“Jika tidak ada udang dibalik batu, Ahok harusnya tidak perlu buru-buru, karena dia musti nunggu dulu hingga Dinas Penilaian Pajak mengeluarkan NJOP. Baru setelah itu dilanjutkan dengan transaksi. Kalau ini kan tidak, lahan sudah dibayar, sudah terjadi transaksi di depan notaris, baru NJOP nyusul,” tandasnya.

Pada Senin 11 April 2016 (sehari sebelum Ahok diperiksa), KPK telah memanggil dan memeriksa Ketua Yayasan RS Sumber Waras, Kartini Mujadi.

Dilaporkan CNN Indonesia, Kartini Mujadi diperiksa penyidik KPK selama hampir 10 jam, sejak pukul 09.50 WIB. Kartini yang menggunakan alat bantu kursi roda tidak menjawab saat ditanya awak media soal statusnya dalam dugaan perkara itu.

“Saya sakit, sakit, sakit,” ujar Kartini singkat, tak mau diganggu.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengaku belum bisa berkomentar atas pemeriksaan itu. Ia hanya menjelaskan, saat ini penyidik masih menganalisa keterangan soal dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras dari sejumlah pihak, termasuk Kartini.

“Iya Kartini sebagai terperiksa. Tapi saya belum mengetahui detail yang didapatkan penyidik KPK,” ujar Laode dalam pesan singkat kepada media.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Kuangan (BPK) menemukan adanya perbedaan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada lahan di sekitar RS Sumber Waras di Jalan Tomang Utara dengan lahan rumah sakit itu sendiri di Jalan Kyai Tapa.

BPK menaksir ada kerugian negara sebesar Rp191 miliar. Dalam laporannya, BPK meminta Ahok membatalkan pembelian. Namun Ahok ngotot membeli lahan pembangunan RS Sumber Waras.(ts/teropongsenayan)