Banyak yang Bisa Diteladani dari M. Natsir

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, karakter Muhammad Natsir yang tidak menjadikan perbedaan pandangan menjadi perbedaan di antara pribadi bisa menjadi teladan. Untuk itu masyarakat Indonesia agar menjadikan tokoh besar ini sebagai panutan dan contoh pemimpin yang demokratis di antara banyaknya perbedaan ideologi dan pandangan.

"Tokoh seperti itu jarang ditemukan, sekarang saja kita punya enam presiden, di antara presiden itu tidak saling omong, " kata Wapres pada Diskusi "Refleksi Seabad M Natsir", di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (15/7).

Wapres berharap karakter yang kita pelajari dari mantan Perdana Menteri RI ini bisa mengubah anggapan bahwa pemimpin itu boleh berbeda pandang tapi tidak menghilangkan perbedaan itu sebagai perbedaan pribadi.

Wapres juga mengatakan sambil berkelakar, seandainya saat itu sudah ada Mahkamah Konstitusi maka tak akan ada PRRI (Pemerintah Revolusioner RI), karena saat itu Soekarno melanggar tetapi tak ada yang bisa mengatakan dia melanggar.

Sementara itu, sejarawan Prof Dr Anhar Gonggong mengatakan, para politikus sekarang ini seharusnya memperhatikan etika politik, sebagaimana yang dilakukan M. Natsir. Sebab jika melalaikan etika, Indonesia bisa mengalami kehancuran seperti kekuasaan Turki Otonom di masa lalu.

Namun Anhar yang pernah menjadi anggota tim penyeleksi pahlawan nasional mengungkapkan, masalah belum diangkatnya M. Natsir sebagai pahlawan nasional, karena dia dipandang mempunyai masalah keterlibatan pada Republik Pemerintahan Islam, setelah kegagalan PRRI.

“Seharusnya acara ini tentara juga menjadi pembicara. Karena masalah RPI bagi tentara adalah pemberontak. Dan RPI itu cita-cita yang rapuh, ” kata Anhar yang mengaku salah satu bab disertasinya membahas tentang RPI.

Tetapi bagi dirinya, diakui negara atau tidak M Natsir sebagai pahlawan oleh negara, M Natsir tetapi pahlawan.

Di tempat yang sama, fungsionaris PDIP Sabam Sirait menilai, M Natsir sebagai sosok Masyumi yang jujur dan sederhana. M Natsir juga dikenal tidak pernah menempuh kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

"M Nastir adalah negarawan yang jujur. Dia juga tidak pernah menerapkan kekerasan dalam setiap langkahnya, " ujarnya.

Sabam juga memandang pria kelahiran Alahanpanjang, Sumatera Barat, 17 Juli 1908 ini sebagai negarawan yang setara dengan tokoh-tokoh semasanya. "Natsir lebih pantas sebagai pahlawan nasional sejajar dengan Sutan Syahrir dan tokoh-tokoh lain, " kata Sabam.

Bapak Pergerakan Islam Modern

Senada dengan Sabam, mantan Menkum HAM Yusril Ihza Mahendra juga berpendapat senada. Menurutnya Natsir adalah tokoh pergerakan Islam. "M Natsir berhak mendapatkan gelar Bapak pergerakan Islam modern, " kata Yusril

Dalam diskusi yang juga menghadirkan pembicara, mantan Mendiknas Malik Fajar, Burhan Magenda, dengan moderator sejarawan Taufik Abdullah juga menampilkan foto-foto M Natsir serta buku-buku dan hasil karya Natsir. Tak ketinggalan, keluarga tokoh yang pernah menjabat Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah sejak tahun 1967 sampai 1993 itu juga hadir dalam diskusi tersebut. (novel/ant-pic)