PKS akhirnya mengambil sikap setelah menghadapi berbagai fitnah dan tuduhan yang kerap diarahkan kepada partai dakwah itu. Dalam bayan (keterangan) yang berjudul “Risalah untuk mengokohkan ukhuwwah dan Ishlah”, PKS menyatakan prihatin terhadap fitnah yang belakangan gencar dilakukan oleh oknum tertentu terhadap para kader dan PKS sebagai organisasi politik sekaligus dakwah.
“DPP PKS prihatin dengan masih terus disebarkannya beragam informasi yang tidak bertanggung jawab seperti pengedaran selebaran/fotokopian yang mengatasnamakan DPD/DPP PKS, juga melalui ceramah/pengajian yang bisa menjadi fitnah terhadap PKS, dan dapat mengganggu iklim ukhuwah yang sedang dijalin serta ikhawatirkan dapat mengurangi kekhusuan beribadah puasa, ” demikian bunyi salah satu kalimat dalam bayan tersebut.
Dalam hal ini, DPP PKS menyampaikan klarifikasi bahwa pihaknya tidak sama dengan apa yang dilakukan kelompok yang disebut sebagai Wahabi. Disebutkan, PKS sangat menghormati perbedaan furuiyah dan mengedepankan ukhuwwah dan memahami bahwa ikhtilaf ijtihad bisa menjadi rahmat.
Dengan tinta tebal, bayan tersebut menuliskan “Karenanya melakukan tabdi’ (membid’ahkan) dan takfir (mengkafirkan) para ulama apalagi para Wali songo yang sangat berjasa itu bukanlah Manhaj PKS yang menganut Ahlus Sunnah WaI Jama’ah.
Karenanya PKS tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang berisi hujatan maupun pengharaman terhadap peringatan Maulid, Tahlilan, Barzanji yang dilakukan oleh ummat Islam di Indonesia penganut Ahlul Sunnah Wal jamaah. ”
Pernyataan ini, menurut PKS dilatarbelakangi karena ada sejumlah fotokopi surat edaran yang mengatas namakan DPP atau DPD tanpa ada yang menandatanganinya dan menggunakan kop yang berbeda itu adalah palsu dan merupakan fitnah terhadap PKS.
Sebagai jawabannya, disebutkan pula bahwa kader PKS seperti Nur Mahmudi Ismail yang juga adalah Walikota Depok, menyelenggarakan peringatan Maulid dengan penceramah K. H Zainuddin MZ dan Habieb Rizieq Shihab.
Poin kedua, dijelaskan bahwa PKS dalam melakukan aktifitasnya selalu
mementingkan pengamalan prinsip tasamuh dan ta’awun dan berorientasi kepada khidmatul ummah dengan tetap menghormati kekhasan dari masing-masing organisasi maupun pilihan hasil ijtihadnya, selama ia memang mempunyai rujukan di dalam AI-Quran, Assunnah maupun mazhab ahlu sunnah wal jamaah.
Terlebih disadari pula bahwa banyak kader dan simpatisan PKS berasal dari berbagai macam latar belakang ormas keagamaan, seperti dari
NU, Muhammadiyah. DDII, Persis, PUI, Hidayatullah dan lain-lain.
Karena itu ditegaskan dalam bayan tersebut, PKS tidak akan pernah mengeluarkan doktrin untuk mengambil alih apalagi menguasai asjid, jadwal Khotib, Rumah Sakit, Sekolah atau amal usaha milik organisasi lain. PKS bahkan menginstruksikan kepada seluruh kademya untuk membantu ummat yang menjadi korban gempa di Yogjakarta dan lain-lain dengan berkomunikasi dengan para donatur untuk membangunkan/membangun kembali Masjid-masjid yang diwakafkan misalnya kepada Muhammadiyah di Prambanan.
Bayan ini juga membantah adanya sekolah maupun radio partai yang menyampaikan takfir (mengkafirkan) dan membid’ahkan Wali Songo, terlebih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.
Pada poin terakhir, keterangan yang ditandanani oleh H. Tifatul Sembiring selaku Presiden Partai dan DR. Surahman Hidayat selaku Ketua Dewan Syariah Pusat PKS, menyebutkan pihaknya seperti juga organisasi yang lain, bukanlah kelompok yang ma’shum. Tapi hanyalah sekumpulan manusia yang bisa melakukan kesalahan. Karena itu, bila ternyata kebijakan partal tetapi di lapangan dinilai telah menimbulkan masalah di tengah sebagian ummat, PKS menyampaikan mohon maaf lahir dan bathin.
“PKS tetap berkomitmen untuk mendengar serta menerima nasihat. Agar terjadi ishlah, agar ukhuwwah Islamiyah dapat terjaga guna menguatkan ukhuwwah wathoniyah dan ukhuwwah basyariyah, ” tulis PKS sambil mengakhiri pernyataannya dengan harapan agar
NKRI yang berdaulat menjadi jaya di tengah persaingan global.(Lili)