Banjir Lagi, Banjir Lagi…

jokowiSiapa yang tidak kenal sosok Jokowi yang dipandang sebagai pemimpin yang merakyat, akrab dengan blusukan, serta segala kiprahnya dalam setahun pemerintahannya. “Secara umum ada peningkatan kepuasan sejak November 2013 hingga januari 2014, tapi ada 2 bidang kenaikan ketidakpuasan yang signifikan yaitu banjir dan kemacetan Jakarta”, kata Direktur Ekskutif MEDIAN, Rico Marbun, dalam publikasi hasil survey median, “Melihat Persepsi Publik Jakarta atas Kinerja dan Wacana Pencapresan Jokowi” di restoran bumbu desa, Jakarta Pusat, Jumat (10/01/2014).

Jokowi pun tak mau dianggap gagal mengatasi banjir dan macet. Beliau justru melempar pertanyaan soal penanganan yang sudah dilakukan sebelum beliau menjabat, “yang 20 tahun, yang 30 tahun sudah berbuat apa?” kata Jokowi di sela-sela inspeksinya di pinggir pintu air karet – Pelompongan, kanal banjir barat, Jakarta Pusat, Minggu (12/01/2014). Sebagai kepala pemerintah DKI, beliau memang telah mencoba menyelesaikan permasalahan sampah dan pengerukan waduk.

Menyalahkan cuaca sebagai penyebab banjir adalah bentuk dari melarikan diri tanggung jawab dan menutup mata terhadap keserakahan dan sikap tidak peduli kepada pengurusan rakyat. titik banjir yang kian bertambah setiap tahunnya disebabkan karena pemerintah DKI membiarkan (mengizinkan) kawasan hijau diubah menjadi pemukiman dan kawasan komersial. Dalam kurun waktu 5 tahun, sebanyak 56 situ di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi telah menghilang. Yang tersisa pun mengalami pendangkalan dan kerusakan parah karena terabaikan. Luas total situ di Jabotabek berkurang drastis dari 2.337,10 hektar untuk total 240 situ sekarang hanya 1.462,78 hektar untuk 184 situ. Padahal, dengan potensi 42 danau, 13 sungai, kanal barat dan timur, serta curah hujan yang cukup besar hingga kapasitas 2 miliar kubik per tahun. Seharusnya penduduk Jakarta bisa memiliki air tanah dan air bersih yang melimpah.

Demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), pemerintah merusak lingkungan, kongkalingkong dengan penguasa (kapitalis) demi meraih rupiah dan mengabaikan kepentingan masyarakat di masa depan. Maka, program penanggulangan banjir apapun, termasuk rencana pembangunan deep tunnel tidak akan bisa mengatasi permasalahan banjir secara tuntas. Karena permasalahan banjir bukan hanya tentang kesalahan tata ruang wilayah, akan tetapi berkaitan dengan sistem kehidupan yang diterapkan sebagai aturan di negeri ini. Bagaimana mungkin bisa memperoleh kesejahteraan sejati jika peringatan Allah swt, yang dalam genggaman-Nya lah keberkahan segala yang ada di langit dan bumi, diabaikan. Dalam Al Qur’an surat Al ‘Araaf ayat 96, Allah berfirman:

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”

Hal ini membuktikan bahwa sistem demokrasi kapitalis yang sekarang berlaku di negeri ini, hanya mementingkan segelintir orang saja, yaitu para pemodal. Sementara sejarah membuktikan betapa sistem Islam mampu menciptakan pemerintahan yang peduli kepada masyarakat dan menjaga lingkungan. Pada masa keKhilafahan Abbasiyah, dibangun beberapa bendungan di kota Baghdad. Bendungan-bendungan itu terletak di sungai Tigris. Pada abad 13 Masehi, di Iran dibangun bendungan kembar yang hingga kini masih bisa disaksikan. Bendungan ini dibangun untuk menampung luapan air ketika musim hujan datang. Bendungan-bendungan ini merupakan kreasi yang dihasilkan dari keharmonisan antara kecanggihan sains dan teknologi dengan kekuasaan yang berorientasi pada pelayanan rakyat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits

“Seorang pemimpin (penguasa) adalah pemelihara dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas pemeliharaan urusan mereka” (HR. Bukhari)

dan hadits lainnya “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka” (HR. Abu Nu’aim).

Berbagai bencana yang datang silih berganti ini seharusnya mendorong para penguasa dan rakyat negeri ini untuk mencampakkan berbagai kemaksiatan pada Allah swt, bersegera menerapkan syariatNya secara kaffah dalam semua aspek kehidupan. Itulah bukti sejati ketakwaan dan itulah jalan keberkahan hidup, sebagaimana firman Allah dalam Qur’an Surat Al ‘Araaf ayat 96.

Wallahu’alam bish shawab.

Tati Nurhayati