Babe Ridwan: Ahok Melakukan Kebohongan Publik Terkait Sejarah Luar Batang

ridwan saidiEramuslim.com – Budayawan Betawi, Ridwan Saidi mengungkapkan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), telah melakukan kebohongan publik terkait pemukiman di Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara.

Menurut Ridwan, kawasan Luar Batang yang disebut-sebut Ahok pernah dikuasai oleh Belanda yang terdapat benteng dan gudang merupakan pembohongan publik yang bertujuan untuk perampasan hak.

“Penggusuran di Luar Batang yang dilakukan oleh Ahok dengan alasan adanya benteng dan gudang adalah tidak benar,” kata Ridwan saat ditemui di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (12/5).

Ridwan menyebutkan, lusa kemarin dirinya bersama tokoh nasional Sri Bintang Pamungkas, H Mukhlis dan Laskar Makasar mendatangi Komnas HAM untuk melaporkan kisruh Luar Batang.

Ridwan mengaku melaporkan Pemprov DKI dan aparat terkait yang terlibat penggusuran di Luar Batang. Dalam kesempatan tersebut dia juga menjelaskan mengenai dasar hukum penggusuran, baik Pasar Ikan maupun di Kampung Dadap, Tangerang.

“Saya katakan kepada Komnas HAM, bahwa  penggusuran zaman Ahok merupakan perampasan dan kekerasan, karena menggunakan aparat dan senjata. Harusnya pemerintah lebih dulu menjelaskan unsurnya, penggusuran tersebut  untuk apa,” ujar Ridwan.

Ridwan menuturkan, Pemprov DKI tidak bisa membuktikan soal lahan di Luar Batang, sehingga dilarang keras melakukan penggusuran.

Ridwan menambahkan, tanah seperti ini diincar oleh Pemprov DKI Jakarta, dimana dalam pembangunan bekerja sama dengan pengembang yang tidak bisa disebut transaksi lantaran penggusuran tersebut sudah termasuk unsur perampokan dan perampasan.

“Apa yang dijelaskan Ahok dari Prof Mundarjito itu ngaco. Pertama, Mundarjito itu sudah pensiun, kedua, tidak pernah ada benteng di Pasar Ikan, kecuali oranye van nassau,” terang Ridwan.

Ridwan menyindir Ahok, jika ingin bicara sejarah maka harus punya dasarnya.

“Jadi kalau ahok mau bicara sejarah dia harus ada dasar, tanah Pasar Ikan tahun 1846 dikenal sebagai Pasar Ikan, itu resmi oleh Belanda dan mereka resmi berbayar. Jadi kalau mau pindah tangan mereka harus transaksi, karena sebelumnya nama itu adalah Pasar Pisang dan kampung itu bernama Mandi Rancan. Lama kelamaan hilanglah nama Pasar Pisang dan lebih tren dipanggil Pasar Ikan dan belum pernah dikuasai Belanda,” papar Ridwan.(ts/rmol)