Pimpinan Pondok Pesantren dihimbau agar selalu mengawasi santri didiknya, serta memberikan pengertian tentang saling tolong-menolong dan menyayangi antar sesama umat Islam, menyusul kasus penganiyaan terhadap dua santri Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Pimpinan Pondok Pesantran harus waspada dan teliti terhadap perkembangan jiwa santrinya, dengan selalu memberi pengertian untuk saling tolong-menolong dan ber-ruhama, "jelas Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki Solo Ustad Abu Bakar Baasyir kepada Eramuslim, Rabu (22/8).
Menurutnya, tindakan kekerasan yang terjadi dilingkungan pesantren jelas telah menyalahi aturan, karena pada umumnya pesantren mengajarkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Lebih lanjut Baasyir menegaskan, ada beberapa pesantren yang mengajarkan praktek ilmu bela diri untuk menanamkan disiplin, tetapi hal itu hanya dapat digunakan untuk kondisi tertentu saja.
"Kejadian itu mungkin saja bertujuan mempraktekan beladiri, itu jadi tanpa perhitungan, biasanya juga dilakukan oleh anak-anak yang agak nakal, " imbuhnya.
Ia mengakui, kejadian serupa beberapa waktu lalu, pernah terjadi pada pondok yang dipimpinnya, seluruh jajaran pendidikan segera mengeluarkan santri yang bertindak anarkis itu.
Baasyir meminta, para pengasuh pondok pesantren bisa tabah dan sabar menghadapi kondisi santri didiknya, dan selalu mewaspadai kemungkinan masuknya unsur yang merusak dari luar pondok pesantren.
Sebelumnya, kasus penganiayaan antara senior dengan yunior yang berkali-kali terjadi di IPDN, namun saat ini juga terjadi lingkungan Pondok Pesantren. Akibat kejadian itu, dua santri Takhasus (TKS)-kelas transisi sebelum masuk tingkat SMA, masuk rumah sakit setelah sebelumnya muntah darah.
Dua santri Takhasus itu masing-masing Deri Saputra (15 tahun) asal Baturaja Timur, Kab Ogan Komering Hulu, Sumsel dan I Wayan Mahardika (15 tahun), asal Bali. Saat ini, keduanya dirawat di Bangsal Bougenfile No 5 RS Panti Waluyo Solo.(rz/novel)