Kemarin, Ron Harris dan dua ahli geologi lainnya Rachel dan Nicole masing-masing dari Amerika dan Australia mengakhiri penelitiannya di Maluku. Mereka melakukan penggalian di pemukiman penduduk di pesisir pantai Galala untuk menghimpun data geologi dan arkeologi terkait “Air Turun Naik Galala” yang terjadi tahun 1952 silam.
Dari catatan sejarah gempa, yang diperoleh di Belanda, Ron Harris dan tim terkejut kalau Maluku pernah diserang oleh badai gempa di masa lalu. Tercatat sebanyak 23 gempa besar diantaranya banyak menimbulkan tsunami. Terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600-1800. Dia memprediksi badai tersebut akan kembali terulang, sesuai siklusnya.
Kecuali gempa Galala tahun 1950 yang dinilai relatif misterius, karena hanya melanda desa itu, gempa besar terakhir dengan gelombang tsunami menghantam pulau Ambon terjadi tahun 1852, yang mana air naik setinggi 14,5 meter. Seluruh bangunan di Kota Ambon rata bersama tanah, dari pantai hingga kawasan Batugajah Atas, lokasi Makorem 151/Binaya saat ini. Jika terakhir melanda Ambon tahun 1852, maka sesuai siklus 150 tahun sekali, maka sekarang ini, pulau Ambon dan sekitarnya sudah berada di dalam siklus tersebut.
Ron Harris menyatakan, korban akibat tsunami harus dicegah. Seperti di Aceh, meski risetnya sudah terbit beberapa tahun sebelum itu terjadi, tapi akuinya tak berguna. Banyak orang mati, karena ketidaktahuan informasi atau awam soal tsunami.
Dia menyatakan penyesalannya terhadap banyaknya korban yang mestinya bisa dikurangi itu. Yang dia katakan sebagai akibat kurang gencarnya dia mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat di Sumatera. Ron Harris pun mengatakan, dia tidak ingin hal yang sama terulang di Maluku. “Saya boleh gagal di Aceh, tapi saya tidak boleh gagal di Maluku,” ujarnya.
Sementara itu, pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Maluku tengah merancang sebuah program guna menekan resiko gempa maupun tsunami. Berdasarkan predikis Ron Harris dan tim Kepala BPBD Maluku Farida Salampessy menghimbau masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan. Menurut dia, apa yang disampaikan guru besar dari Brigham Young University, Utah, Amerika Serikat berdasarkan riset mendalam yang telah dia lakukan. “Hanya saja kita tidak bisa tentukan kapan terjadi, tapi sebagai manusia biasa kita mesti bersiap-siap,” ujarnya di sela-sela sosialisasi yang disampaikan Ron Harris dan timnya di Aula UKIM Ambon, Sabtu (16/11) lalu.(kl/swa)