Eramuslim.com – Pemimpin Partai Buruh Inggris, Jeremy Corbyn, angkat bicara mengenai Irian. Menurut dia, rakyat Irian sangat menderita selama lebih dari lima dekade terakhir. Oleh karena itu, dia selaku pemimpin partai oposisi di Inggris mendukung berpisahnya Irian dari Indonesia.
Corbyn menghadiri acara Parlemen Internasional untuk Irian Barat di Gedung Parlemen Inggris awal pekan ini. Dia mengatakan sudah saatnya rakyat Irian Barat bangkit melawan penjajahan Indonesia.
“Sudah saatnya rakyat Papua Barat mampu membuat pilihan mereka sendiri tentang masa depan politik mereka,” ujar Corbyn di depan pertemuan internasional tersebut, seperti dikutip dari ABC, Kamis (4/5).
Pemimpin Partai Buruh itu menyebutkan pertemuan parlemen internasional ini sebagai hal bersejarah.
“Ini mengenai strategi politik untuk membuka mata dunia mengenai penderitaan rakyat Papua Barat, untuk memaksa adanya agenda politik, untuk memaksa PBB melihat yang bisa menghasilkan pilihan untuk rakyat Papua Barat atas keinginan mereka,” urai politikus 66 tahun itu.
Dalam pertemuan tersebut hadir pula beberapa anggota parlemen Inggris, menteri hingga pemimpin politik Negeri Kerajaan tersebut. Perdana Menteri Tonga serta perwakilan dari beberapa negara Pasifik, di antaranya dari Vanuatu, Papua Nugini dan juga Kepulauan Solomon.
Kementerian Luar Negeri Indonesia, melalui juru bicaranya Arrmanatha Nasir mengatakan pertemuan tersebut bukan dilakukan oleh anggota Parlemen Inggris. Pria akrab disapa Tata mengatakan pertemuan besar itu hanya dimanfaatkan oleh kelompok Benny Wenda untuk mencari publikasi.
“Bicara di situ, disebutkan ada PM Tonga, nah itu kebetulan PM Tonga sedang melakukan kunjungan ke Inggris,” kata Tata saat ditemui di kantornya, kemarin.
Tata yang sekaligus menjabat Kepala Badan Administrasi Menteri (BAM) meyakini agenda IPWP bukanlah posisi resmi pemerintah Inggris. “Mereka bahkan sama sekali tidak mendukung gerakan yang dilakukan Benny Wenda,” tegasnya.
IPWP merupakan organisasi yang didirikan pada 2008 oleh aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan beberapa anggota parlemen Vanuatu, Inggris, dan Papua Nugini.(ts/ma)