Eramuslim.com – SAAT INI kita berada di bulan haram, bulan mulia, penuh dengan keberkahan dan pahala, yaitu bukan Dzulqa’da. Di tanah Jawa bulan Dzulqa’dah dikenal dengan nama Selo, sedangkan di pulau Madura dengan nama Takepek.
Saya tidak akan mengkaji asal dan makna dua istilah di atas, yang keduanya mungkin memiliki makna yang berbeda dengan makna Dzulqa’dah, kecuali makna Selo (keseselan olo, kemasukan hal buruk) diganti dengan Silo (duduk bersila), maka makna yang kedua ini sama dengan arti Dzulqa’da yang artinya Qa’ada (duduk).
Ada kesamaan makna bahasa Jawa Kuno dengan bahasa Madura dalam penamaan bulan ke-11 bulan Qamariah ini, yaitu Apit (Jawa) dan Takepek (Madura), yang bermakna kejepit atau terjepit, karena berada di antara dua hari raya, Idul Fitri dan Idul Adha.
Dzulqa’dah, pertama akan dilihat makna lughah (bahasa-nya), kedua asal penamaan bulan Dzulqa’dah, dan yang ketiga beberapa peristiwa penting yang ada pada bulan ini.
Dzulqa’dah (dalam Kamus Ma’ajim juga bisa dibaca kasrah, Dzulqi’dah) adalah terdiri dari dua kata, yaitu; Dzu dan Qi’dah. “Dzu” (ذو) bermakna memiliki, mempunyai, dan menguasai. Dan apabila kata ini disandarkan pada kata benda, maka memiliki arti lain, seperti Dzu Ba’sin (yang kuat), Dzu Ta’sir (yang manjur), Dzu Nufudz (yang berpengaruh), yang bermakna pemilik seperti Fulan Dzu Malin (فلان ذو مال) orang yang punya harta.
Kata “Qa’dah” atau “Qi’dah” adalah derivasi dari Qa’ada-Yaq’udu (َقَعَد يَقْعُد) yang memiliki beberapa arti, di antaranya adalah duduk (berdiri kemudian duduk, berbeda dengan Jalasa). Juga bermakna; menahan, telat, bersandar, melayani dan beberapa makna lainnya. Dzulqa’dah, secara umum diartikan dengan duduk, orang yang duduk, atau orang yang mengambil tempat duduk.
Mengapa dinamakan dengan Dzulqa’dah?
القَِعْدة: الشهر الحادي عشر من الشهور القَمَرِيَّة؛ وهو أول الأشهر الحرم الثلاثة المتتابعة، سُمِّي بذلك لأنهم كانوا يقعدون فيه عن الاسفار والغَزْو والميرة.
Bulan yang ke-11 dalam kalender Hijriah ini adalah permulaan dari empat bulan yang dimuliakan ( bulan-bulan Haram) yaitu, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Dinamakan dengan bulan Dzulqa’dah karena mereka (orang Arab) pada bulan ini duduk (rehat) tidak melakukan perjalanan, tidak berperang dan tidak mengumpulkan makanan (dalam Al-Washit).
Bulan ini, bulan yang tenang bagi orang Arab, karena tidak terjadi peperangan antar kabilah atau peperangan lainnya. Atau kita mungkin menyebutnya bulan santai, bulan dimana orang Arab dapat menikmati hasil pekerjaan dari bulan-bulan sebelumnya, serta bulan yang dilarang melakukan kegaduhan.
Mengapa mereka tidak melakukan peperangan? Karena mereka sangat mengagungkan dan menghormari bulan Dzulqa’dah.
لأن العرب تقعد فيه عن القتال لحرمته وتعظيمه.
Keistimewaan Bulan Dzulqa’dah
Bulan Dzulqa’dah adalah termasuk dari bulan Haram, bulan yang diagungkan dan dimuliakan. Bulan Haram, dimana pahala kebaikan dilipatgandakan, demikian juga dengan perbuatan dosa.
ابن عباس -رضي الله عنهما-: “اختص الله أربعة أشهر جعلهن حرمًا، وعظَّم حرماتهن، وجعل الذنب فيهن أعظم، وجعل العمل الصالح والأجر أعظم”.
Ada yang berpendapat, dimuliakannya bulan Dzulqa’dah karena pada masa Jahiliyah untuk perjalanan atau persiapan melakukan ibadah haji. Dan hanya di bulan ini Rasulullah ﷺ melakukan ibadah Umrah.
وَعَنْ عَائِشَةَ -رضي الله عنها- قَالَتْ: “لَمْ يَعْتَمِرْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم إِلَّا فِي ذِي الْقَعْدَةِ” (رواه ابن ماجه بسند صحيح).
Dan keistimewaan yang lain dari bulan ini adalah Allah berjanji (wa’dn) kepada Nabi Musa AS selama 30 malam di bulan Dzulqadah, ditambah 10 malam di awal bulan Dzulhijjah.
ولذي القعدة فضيلة أخرى، وهي أنه قد قيل: إنه الثلاثون يومًا الذي واعد الله فيه موسى -عليه السلام- ففي تفسير قوله تعالى: (وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلاثِينَ لَيْلَةً) قال مجاهد: ذو القعدة، (وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ) قال: عشر ذي الحجة. فعلى هذا يكون المقصود بـ(ثَلاثِينَ لَيْلَةً) هي ليالي شهر ذي القعدة.
Di bulan ini disunnahkan memperbanyak melakukan kebaikan-kebaikan (amal saleh), seperti puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Sebagaimana disunnahkan melakukan amal saleh pada bulan-bulan haram lainnya.*/ Dr. Halimi Zuhdy, M.Pd, MA
(Hidayatullah)