Direktur Eksekutif Institute for Policy Studies (IPS) Fadli Zon menegaskan Amerika Serikat (AS) dan PBB tidak perlu ikut campur dalam menangani kasus kematian Munir.
"Memuakkan kalau kasus ini dilaporkan ke AS dan PBB. AS adalah pelanggar Hak Asasi Manusia nomor satu di dunia, kok mau mengurusi HAM di negara lain," tegas Fadli kepada pers di Jakarta, Rabu (1/11).
Oleh karena itu, katanya, langkah isteri Munir, Suciwati, melaporkan kasus Munir ke AS dan PBB sebagai upaya yang sangat negatif.
Menurutnya, AS tidak layak dijadikan sebagai tempat mengadukan kasus tersebut karena Negeri Paman Sam itu telah melakukan pelanggaran HAM dengan membunuh 650.000 warga Irak dan ratusan ribu warga lain di berbagai negara. Ia menilai seharusnya AS mempertanggungjawabkan hal itu ketimbang mengurusi kasus seorang Munir saja.
"AS hingga kini bungkam atas pembantaian ribuan manusia di Lebanon, Palestina, Kashmir, Thailand, dan Tiananmen. Jadi kita perlu bertanya siapa sebenarnya Munir, kok bisa lebih penting dari ratusan ribu orang yang meninggal di bantai di berbagai negara," tanya dia.
Seperti diketahui, isteri Munir, Suciwati melakukan kunjungan ke AS baru-baru ini dan menemui sejumlah aktivis HAM di New York dan Washington DC. Kedatangan Suciwati di antaranya mengabarkan perkembangan terakhir penanganan kasus Munir dan kembali meminta dukungan kepada berbagai pihak di AS agar kasus Munir dapat segera dituntaskan.
Koordinator Kontras, Usman Hamid yang ikut dalam kunjungan itu menyebutkan pejabat PBB yang menangani masalah HAM berjanji akan mengirim surat kepada pemerintah RI agar kasus Munir segera dituntaskan. "Bahkan PBB bersedia datang ke Indonesia untuk membantu proses tersebut jika diundang," papar Usman.
Menanggapi hal itu, Fadli menyatakan, langkah PBB yang ingin masuk ke Indonesia guna membantu menuntaskan penyidikan kasus Munir sebagai sesuatu yang berlebihan. "Intervensi PBB seharusnya berdasarkan undangan pemerintah Indonesia dan bukan atas kehendak PBB sendiri," tandasnya. (dina)