Kelemahan yang dialami oleh sistem pendidikan nasional di Indonesia terletak pada pola implementasinya yang lebih menekankan pada pengajaran, bukan pada pendidikan. Hal tersebut diungkapkan Pengamat Pendidikan Arief Rahman sehubungan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, Jumat (2/5).
Menurutnya, mengajar dan mendidik memiliki definisi yang berbeda, mengajar adalah proses mentranfer ilmu pengetahuan, sedangkan mendidik adalah membentuk watak, sikap, moral, dan pola pikir. Dengan demikian, mengajar belum tentu mendidik.
Sebab, lanjut Arief, yang dihasilkan dari pengajaran hanyalah bersifat kecerdasan, tetapi belum tentu menjamin terbentuknya budi pekerti.
"Padahal tidak hanya pintar yang dibutuhkan. Jangan cuma menekankan pengajaran, ini berbahaya, " tegasnya.
Apabila sistem pengajaran tetap ditonjolkan, tambahnya, fenomena yang terjadi sekarang akan terus terjadi, di mana banyak pejabat memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, namun melakukan tindakan yang tercela seperti korupsi.
"Ini membuktikan, bahwa kecerdasan otak seringkali tak koheren dengan kecerdasan nurani.Percuma bila sekedar cerdas tapi moral bobrok, " tukas Arief.
Selain sistem pendidikan, arif juga mengkritisi kualitas guru yang masih rendah. Ia menyatakan, ditingkat pendidikan guru saja, pembinaan yang diberikan terhadap calon guru masih sangat lemah, pada saat melakukan program kerja lapangan (PKL).
Menurut Arief, saat PKL di mana mahasiswa turun ke lapangan untuk mengajar di sekolah-sekolah, para mahasiswa itu masih juga sekadar berkutat dengan proses belajar mengajar, tanpa arah didikan fundamental kepada murid-muridnya. "Jadi yang pertama kali perlu digodok itu gurunya, " imbuh Arief.
Anggaran Penentu Kelancaran Pendidikan
Mengenai Anggaran pendidikan, Pemerintah harus konsisten memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen, sesuai dengan amanat konstitusi. Sehingga, mutu pendidikan di masa depan dapat berjalan dengan baik.
"Ada atau tidak ada uang, anggaran pendidikan wajib dipenuhi, " kata Arief yang merupakan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia UNESCO.
Arief mengaku, bahwa kebijakan anggaran tiap daerah berbeda. Daerah kaya mungkin bisa memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen, namun daerah miskin belum bisa.
Namun demi pendidikan nasional yang lebih baik di masa depan, harus dicari cara agar pemerintah daerah maupun pemerintah nasional bisa memenuhi anggaran pendidikan tersebut. Misalnya dengan menggeser alokasi anggaran dari sektor lain.
"Merupakan suatu hal mutlak bahwa pendidikan harus mendapat prioritas utama dalam proses pembangunan nasional. Terlebih, masa depan bangsa terletak di tangan generasi muda yang pastinya membutuhkan pendidikan terbaik untuk membawa Indonesia menjadi negara yang tangguh dan diperhitungkan, " tandasnya. (novel)