Arief Rachman: Pendidikan Ideal Dapat Membentuk Generasi Bertaqwa

Sistem pendidikan Indonesia lebih menonjolkan aspek keilmuan, dan tidak memberikan pengajaran yang seimbang dalam pembentukan akhlaq mulia (akhlaqul karimah), padahal tujuan pendidikan yang ideal adalah membentuk anak-anak didik menjadi insan yang bertaqwa.

"Pendidikan itu berfungsi membentuk generasi yang berakhlaq mulia, berbudi pekerti luhur, yang cerdas, yang demokratis, dan bertanggung jawab, tetapi dari unsur-unsur itu yang paling banyak dihabiskan hanyalah berkaitan dengan ilmu, memikirkan rangking satu, ikut olimpiade fisika, matematika, tidak memberikan pelayanan yang cukup dalam pengembangan akhlaq mulia, " ujar Pakar Pendidikan Prof.DR. Arief Rachman M.Pd di sela-sela talk show Ukhuwah Membangun Kemandirian Umat dalam Pendidikan, di Area Pameran Buku Islam 2008, Istora Senayan, Jakarta, Rabu(5/2).

Menurutnya, membiasakan anak untuk hidup berakhlaq, berbudi pekerti serta bertaqwa penting dilakukan, misalnya dengan mengajarkan mereka untuk menerapkan ‘lima S’, yakni senyum, salam, sapa, sabar dan syukur. Apabila hal kecil itu bisa diterapkan akan tumbuh generasi yang memiliki kepribadian yang stabil, optimis, pantang mengeluh, dan selalu bersyukur.

Mengenai keluhan mahalnya biaya pendidikan, Arief mengakui, untuk mendapatkan pendidikan yang kualitasnya baik, memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi bagi mereka yang miskin harus diprioritaskan untuk tidak membayar, dan menjadi tanggung jawab negara.

"Pendidikan harus mahal, tapi untuk orang miskin harus gratis, yang membayar biar negara, lewat pajak yang, ataupun bantuan melalui perusahaan besar, serta subsidi silang, " jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Sekolah dan pengajar Lab School itu juga berpesan agar, pendidikan tidak perlu disekulerkan, dan pendidikan harus dapat melahirkan generasi yang bertaqwa dan mengagungkan kebesaran Allah.

Sementara itu, mengenai usulan mata pelajaran Agama Islam masuk dalam ujian nasional, Arief menegaskan, hal itu terus diperjuangkannya.
"Belum berhasil ya namanya juga berjuang, kita harus terus berusaha. Dulu saja waktu saya memperjuangkan jilbab harus melalui waktu enam tahun, enam bulan, enam hari, saya sampai masuk penjara berhari-hari, tapi kan akhirnya jilbab dibolehkan di ijazah, "pungkas Ketua Pelaksana Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco itu.

Tentang prokontra ujian nasional, Arief menambahkan, bahwa dirinya sudah meminta Menteri Pendidikan Nasional untuk memperbaiki rumusan dan mencari formula yang tepat.(novel)