Eramuslim – Pelarangan terhadap gerakan #2019GantiPresiden telah membuat negeri ini mengalami kegaduhan. Pasalnya, nilai kebebasan berdemokrasi warga telah dicekal oleh penguasa.
Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo menjelaskan, aksi masyarakat melarang gerakan ini dengan cara melakukan penghadangan dan persekusi merupakan aksi yang tidak dibenarkan.
Apalagi, ujar Anton, jika kemudian menuding kelompok pendukung gerakan tersebut sebagai kelompok radikal, pemecah belah umat, dan pembuat makar.
“Hiruk pikuk kekacauan demokrasi yang terjadi di rezim Jokowi sudah tampak dari awal rezim ini dimulai. Yaitu dengan melempar ide-ide tak sesuai dengan jiwa filosofi bangsa yang sangat religius,” ujar Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut dalam keterangan tertulisnya, Kamis (6/9).
Polarisasi umat awalnya terjadi karena masalah sepele. Seperti keinginan menghapus kurikulum agama di sekolah dan keinginan menghapus kolom agama di KTP. Termasuk, sambung Anton, adanya indikasi keinginan untuk menghidupkan kembali PKI dengan menjalin kerjasama dengan Partai Komunis China (PKC).
“(Padahal) tegas dilarang oleh UU KUHP pasal 107e dan UU 27/1999. Ancaman pidananya cukup berat 15 tahun penjara,” tukasnya.