Awan cumulonimbus merupakan awan tebal vertikal yang menjulang sangat tinggi, padat, mirip gunung atau menara. Jika pesawat masuk ke awan ini, apa yang terjadi di dalam pesawat?
Menurut dr Soemardoko Tjokrowidigdo, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan Indonesia, gangguan sistem peredaran darah dan pernapasan bisa terjadi di dalam pesawat apabila alat pengaturan kabin bertekanan tidak berfungsi. “Salah satu di antaranya pesawat masuk ke awan cumulonimbus sehingga dapat merusak fuselage pesawat, sehingga terjadi kebocoran yang dapat mengakibatkan meledaknya pesawat sebagai akibat rapid dekompresi atau penyesuaian tekanan dalam dan luar kabin yang mendadak,” papar dr Soemardoko.
Agar penumpang merasa nyaman meski ada potensi gangguan sistem peredaran darah dan pernapasan, maka di pesawat terdapat alat perlindungan diri perorangan (Personal Protective Aquipment, misalnya adanya O2 System). Juga adanya pressurize cabin, di mana tekanan kabin dibuat sedemikian rupa sehingga pesawat hanya diset berada dalam ketinggian kisaran 5.000 – 8.000 kaki. Sedangkan tekanan di luar mengikuti ketinggian jelajah dari pesawat tersebut.
Dituturkan dr Soemardoko, pesawat yang mengalami turbulensi akibat masuk awan cumulonimbus akan mengalami guncangan yang sangat hebat. Pesawat tersebut dapat mengalami down draft atau kehilangan ketinggian yang mendadak. Konsekuensinya bila penumpang tidak memakai seat belt maka akan terlempar ke atas. Sedangkan bila memakai seat belt akan mengalami gaya G positif yang arahnya dari kepala ke kaki, dan dapat mengakibatkan black out.
“Apabila mengalami updraft maka akan mengalami kebalikan dari down draft, seperti dihentakkan di kursi. Sedangkan bila tidak pakai seat belt akan terlempar setelah dihentakkan di kursi dan akan mengalami apa yg disebut red out oleh karena darah terkumpul di daerah mata,” jelas dr Soemardoko.
Nah, apabila pesawat menghindari awan dengan kecepatan normal maka tidak akan ada pengaruh apa-apa. Penumpang hanya akan merasakan badannya tertekan ke arah kursi.
“Tetapi bila ada penambahan kecepatan secara mendadak ataupun kecepatan naik (rate of climb) tinggi baru mengalami negatif G dengan gejala red out karena berkumpulnya darah di daerah bola mata. Sedang bila pesawat menukik mendadak akan mengalami gangguan keseimbangan udara yang ada di rongga telinga bagian tengah, sus para nasalis, serta di rongga pencernaan yang terasa tidak enak (dyspepsia berat). Sedangkan gejala di mana akan terjadi black out mata akan mengalami kekurangan darah,” paparnya. (dikutip dari detik health)