Hal ini juga menjadi bargaining untuk dua partai lain yang disebut segera bergabung ke KIB. Jika itu terjadi, maka kemungkinan hanya dua atau tiga paket saja yang bertarung di Pilpres 2024.
Sekarang yang belum jelas arahnya tersisa PDIP. Sehingga bisa saja yang dimaksud partai yang akan bergabung itu adalah PDIP.
“Tapi, kita juga belum tahu apakah KIB yang bergabung ke PDIP atau sebaliknya. Karena Mega (Megawati Sukarnoputri) masih mempertahankan gengsinya. Selama ini, ia yang selalu menjadi inisiator dalam proses-proses seperti itu,” katanya.
“Nah sekarang kalau mereka (PDIP) bergabung ke KIB, maka memang agar tidak malu, ya, harus bergabung dulu baru diumumkan capresnya. Kalau diumumkan baru gabung, maka itu aib bagi Mega,” pungkas Ali.
Bagaimana dengan Anies yang terus diserang? Menurut Ali pola kampanye saat ini ada dua, yaitu positif dan negatif. “Dan itu tidak terjadi di Anies saja,” jelasnya.
Di sejumlah media online, misalnya, ada yang kelihatan sekali keberpihakan kepada Anies dengan berusaha membongkar aib Ganjar dengan memuji Anies. Kemudian beberapa jaringan surat kabar yang berafiliasi ke Anies, memberitakan positif buat Anies dan negatif bagi Ganjar.
Sebaliknya koran berafiliasi ke Ganjar juga demikian. Lalu kemudian banyak mempromosikan Ganjar dan seterusnya yang bahkan universitas di Pulau Jawa ikut juga seperti itu dengan membawa nama alumni. Itulah yang menciptakan pola-pola kampanye.
Akan tetapi, hal yang seperti ini hanya akan berefek pada pemilih baru yang mendapat informasi kurang bagus, atau kemampuan menyaring informasi yang kurang akan memengaruhi opininya.
“Tapi orang yang sudah mampu menyaring informasi, akses informasi berimbang, maka tidak akan terpengaruh,” tegasnya.