eramuslim.com – Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno memberikan analisa terkait bersatunya Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurutnya, Anies-Ahok bersatu mungkin gara-gara mereka menganggap Jokowi sebagai musuh bersama atau common enemy. Dia juga mengatakan Anies dan Ahok memiliki kesamaan.
Menurutnya, kesamaan inilah yang membuat hubungan dua orang yang dulunya rival Pilgub Jakarta Jakarta 2017 menjadi hangat.
Diketahui, dalam acara pertemuan para mantan Gubernur DKI Jakarta di Balaikota, Anies dan Ahok terlihat akrab.
“Jadi ketika Anies dan Ahok menunjukkan kemesraannya dalam satu momen itu kan mengindikasikan seolah-olah persaingan mereka di Pilkada 2017 yang sangat brutal itu nyaris tidak pernah terjadi, seakan-akan keduanya melupakan peristiwa politik yang sangat brutal,” kata Adi kepada wartawan, Rabu (1/1/2025).
Adi menilai kemesraan Ahok dan Anies terjalin karena memiliki ‘musuh’ bersama. Adi kemudian menyinggung dukungan Presiden Ke-7 Joko Widodo saat Pilpres 2024 lalu.
“Sepertinya kemesraan Ahok dan Anies atau kemungkinan kerjasama antara Ahok dan Anies mungkin mereka punya common enemy namanya Jokowi,” ucapnya.
“Karena waktu Pilpres 2024 Jokowi mendukung Prabowo-Gibran, Anies dengan kubu perubahan dan kemudian Ahok mendukung Ganjar jadi titik temu bahwa Jokowi adalah musuh bersama sepertinya yang kemudian membuat kenapa sosok ini mesra,” sambungnya.
Adi juga menyebut hubungan hangat Ahok dan Anies membawa pesan supaya jangan baperan saat berpolitik.
Selain itu, ia juga menilai ada kerjasama politik lain yang dijalin antara Anies, Ahok, dan PDIP.
“Bagi saya kalau mau jujur ada kecenderungan keduanya bekerja sama di kemudian hari, antara bekerja sama di pilkada untuk membantu menyukseskan Pram dan Rano ataupun kerjasama politik lain antara Anies dan PDIP karena harus diakui, Pilkada 2024 menjadi momen rekonsiliasi politik Anies dan PDIP,” terangnya.
Menurutnya kedekatan itu menjadi penegasan bisa saja Anies dan PDIP bekerjasama dalam kurun jangka panjang hingga 2029 mendatang. Ia juga menyinggung nasib sama Anies dan PDIP yang harus menelan pil pahit kekalahan Pilpres 2024 lalu.
“Bisa jangka pendek yang bisa jangka panjang dan bisa hanya untuk konteks Jakarta ataupun pemilu 2029. Apapun judulnya, Anies, Ahok, PDIP sepertinya memiliki nasib politik yang sama, berada di luar kekuasaan, kemudian kalah dalam pemilu,” ucapnya.
Sementara itu, Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga berpandangan, hubungan dua tokoh yang bersaing dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 itu kini mulai mencair.
Sehingga, tak menutup kemungkinan kalau keduanya bakal melakukan pidato politik bersama untuk merespons sejumlah isu yang hangat belakangan ini.
Mengingat, Anies dan Ahok kompak menyebut bakal memberikan “kejutan” usai menghadiri acara Bentang Harapan JakAsa di Balai Kota Jakarta pada Selasa 31 Desember 2024 kemarin.
Jamiluddin mengatakan, pidato politik itu bisa mencakup berbagai isu penting, termasuk Pilkada melalui DPRD, pengembalian pada UUD 1945, kebijakan PPN 12 persen, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Isu-isu tersebut bisa jadi menjadi topik utama bila Anies dan Ahok melakukan pidato politik bersama,” kata Jamiluddin kepada wartawan, Kamis 2 Januari 2024.
Selain itu, Jamiluddin juga mencatat kemungkinan kedua tokoh ini akan membahas isu-isu terkait penanganan pelanggaran HAM dan bahkan isu sensitif mengenai pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pascapensiun.
“Anies dan Ahok menyampaikan hal itu bisa jadi sebagai awal mendeklarasikan sebagai simbol oposisi. Mereka ingin menjadi simbol perlawanan terhadap pemerintahan yang berkuasa saat ini,” tuturnya.
Langkah tersebut, lanjut Jamiluddin, berpotensi besar terjadi karena kondisi oposisi di Indonesia saat ini dianggap lemah, di mana hanya PDIP yang berada di luar pemerintahan.
Anies dan Ahok, jika dapat memposisikan diri sebagai oposisi nonparlemen, akan memiliki peran penting dalam mengawasi dan memberikan kontrol terhadap pemerintah. Ini, menurut Jamiluddin, sangat penting untuk menjaga keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
“Bahkan tak menutup kemungkinan peran oposisi itu mereka ambil untuk persiapan Pilpres 2029. Bisa saja dua sosok itu akan berpasangan pada Pilpres 2029,” pungkasnya.
(Sumber: Pojoksatu)