Indonesia berada diperingkat tertinggi memiliki angka perceraian paling banyak dalam setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam didunia lainnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nazaruddin Umar dalam acara Pembukaan Pemilihan Keluarga
Sakinah dan Pemilihan Kepala KUA Teladan Tingkat Nasional, di Asrama haji, Pondok Gede, Jakarta, Selasa malam(14/8).
Menurutnya, gejolak yang mengancam kehidupan struktur keluarga ini semakin bertambah jumlahnya pada tiga tahun terakhir ini.
"Setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga, "jelasnya.
Nazaruddin mengatakan, Islam tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah suatu perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah, namun perceraian itu menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia.
"Dalam Al-Quran 80 persen ayat membicarakan tentang penguatan bangunan rumah tangga, hanya sebagian kecil yang membicarakan masalah penguatan negara, bangsa apalagi masyarakat, sebab
keluarga adalah sendi dasar terciptanya masyarakat yang ideal, mana mungkin negara dibangun di atas bangunan keluarga yang berantakan, "ujarya.
Ia menegaskan, apabila angka perceraian di masyarakat terus mengalami peningkatan, itu menjadi bukti kegagalan dari kerja Badan Penasehat Pembinaan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4).
Nazaruddin mencontohkan, di negara Eropa nasehat sebelum perkawinan diperoleh pasangan yang hendak menikah, setara dengan kuliah satu semester, sementara untuk di Indonesia hanya 7 menit saat berhadapan dengan penghulu. Karena itu, BP4 diminta dapat mengoptimalkan tugasnya.
Perceraian Dampak Globalisasi dan Demokrasi
Ia menyatakan, banyaknya perceraian itu sebagai dampak globalisai arus informasi melalui media massa salah satunnya tayangan infotainment yang menampilkan figur artis dengan bangga mengungkap kasus perceraiannya.
"Pada tahun 2000-an hanya 30 persen perceraian talak, di mana suami menceraikan isteri, sedangkan tahun 2005 ada 68, 5 persen perceraian melalui cerai gugat, di mana isteri menggugat cerai suaminya, ini fenomena kebablasan, "ungkapnya.
Selain itu, tambahnya, kondisi ini seiring berlakunya UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dengan ada UU itu perempuan dapat dengan mudah menyuarakan hak-haknya, karena ada kepastian hukum yang menjaminnya.
Lebih lanjut Nazaruddin mengatkan, euforia pelaksanaan demokrasi seperti Pilkada, juga menyumbang angka perceraian, tercatat pasca pelaksanaan Pilkada tahun 2005 angka perceraian mencapai 157 pasangan.
"Hanya karena berbeda bendera politik, suami memilih calon si A, isteri calon si B, mereka bercerai, "imbuhnya.
Sementara itu, peserta yang diseleksi sebagai Keluarga Sakinah Teladan sebanyak 64 orang, dan Kepala KUA Percontohan dari 33 Propinsi yang berjumlah 33 orang, nantinya akan mengikuti berbagai kegiatan penilaian, dan juga akan menghadiri Sidang Paripurna DPR tanggal 16 Agustus, dan juga mengikuti peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-62, di Istana Negara Jakarta. (novel)