Pansus Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP) menyatakan, pornografi dan pornoaksi bukanlah seni dan tidak termasuk seni. Alasannya, dalam pornografi dan pornoaksi tidak terkandung nilai-nilai moral, filosofi budaya bangsa, dan agama.
"Saya setuju pornografi itu bukan seni. Itu bertentangan dengan nilai-nilai agama. Kita ini kan berdasarkan Ketuhanan, walaupun kita bukan negara agama," papar anggota Pansus Djalaluddin al-Syatibi di Gedung DPR/MPR, Jakarta (8/3).
"Menurut Cak Kandar (seniman asal Surabaya), pornografi itu bukan seni. Dan seni bukan pornografi. wilayah keduanya berbeda. Mereka yang menolak itu tidak menggunakan akal sehat," jelas anggota Komisi VIII.
Ia mengungkapkan, setelah mendapat masukan dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan lintas agama, mayoritas mendukung pengesahan RUU. "80% mendukung RUU APP disahkan. Mereka yang menolak lebih pada kepentingan bisnis. Mereka takut kehilangan sesuap nasi," ujar politisi PKS.
Menurutnya, dari berbagai informasi disebutkan Indonesia merupakan negara yang lebih liberal dari Amerika Serikat (AS) dalam soal etika atau moral. Di internal Pansus, mayoritas fraksi juga setuju RUU APP disahkan. "Secara institusi hanya fraksi FPDIP yang menolak," katanya.
Oleh karena itu, Djalaluddin menegaskan, Pansus tidak akan menunda pengesahan RUU tersebut menjadi UU, kendati ada permintaan beberapa pihak agar pembahasan dan pengesahan tidak dilakukan terburu-buru dengan alasan dirugikan dengan pengesahan RUU tersebut.
"Jadi atau tidak disahkan RUU APP pasti ada yang dirugikan. Kalau tidak disahkan juga ada yang dirugikan. Tapi kita akan tetap mengesahkan, karena RUU ini sesuai dengan nilai-nilai agama. Tidak hanya Islam," tegasnya.
Alasan penolakan RUU APP oleh beberapa kalangan dengan mengatasnamanakan pariwisata bukanlah pendapat mayoritas pelaku pariwisata. "Menteri Budaya dan Pariwisata saja setuju. Demikian juga menteri-menteri lain, termasuk Menhukam dan HAM," sambungnya. (dina)