Anggota Komisi XI FPAN DPR, Dradjad H. Wibowo meminta agar Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan (Depkeu) tidak saling serang dengan mengeluarkan pernyataan yang merugikan kedua belah pihak.
“Yang sangat saya sayangkan Depkeu dan BI sudah saling ’menebas leher’. Ini kan bahaya buat pasar dan itu dimulai Depkeu dengan membuka wacana pengalihan dana Rp 60 triliun yang nganggur tanpa koordinasi dengan BI," katanya pada wartawan di Gedung DPR, Selasa (21/2).
Menurutnya, saling serang itu akan memukul BI dan mengganggu likuiditas BI.
"Dan kemudian dibalas BI dengan mengusulkan penarikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tiga bulan," terang Drajad, yang juga pengamat ekonomi Indef.
Ia mengusulkan BI dan Depkeu segera cooling down. "Menkeu hendaknya memerintahkan pejabat eselon I untuk tidak membuat pernyataan yang merugikan otoritas moneter dan Gubernur BI meminta para Deputi dan Direktur untuk tidak membuat pernyataan yang merugikan Depkeu," katanya.
Mengenai dua wacana yang berkembang tersebut, Dradjad mendesak agar Depkeu dan BI menghentikan wacana pengalihan dana pemerintah dari BI dan wacana penghapusan SBI tiga bulan.
"BI dan Depkeu hendaknya duduk bersama dengan tetap berpegang pada undang-undang keuangan negara, surat utang negara, dan perbendaharaan negara," tegas Drajad.
Dijelaskannya, SBI harus dihapuskan dan diganti dengan Surat Perbendaharaan Negara (SPN), namun waktunya harus tepat. "Kalau waktunya tidak tepat maka akan menimbulkan kekosongan instrumen selama tiga bulan dan pasar akan panik dan lari ke pasar valas," katanya.
Menurutnya, posisi SBI tiga bulan yang digunakan sebagai bench mark dari beberapa surat utang negara itu akan sangat mengganggu pasar jika dicabut. Ia mencontohkan mestinya pemerintah menerbitkan SPN yang bernilai Rp10 triliun, misalnya, pada Februari ini dan baru bulan depan SBI tiga bulan ditarik sekitar Rp10 triliun.
"Orang mau tidak mau akan menukar SBI dengan SPN. Bahkan kalau perlu mekanisme penukaran dari SBI dan SPN juga dibahas Depkeu dan BI," sambung Drajad.
Semakin cepat pemerintah menerbitkan SPN, lanjutnya, semakin bagus untuk menanggulangi masalah kesenjangan pembiayaan dalam jangka pendek. "Karena selama ini kalau ada kesenjangan, pemerintah kebingungan mengantisipasi," imbuhnya. (dina)