Anggota Komisi VIII DPR: Dana Abadi Umat Harus Dilaporkan Tiap Tahun

Pembahasan Dana Abadi Umat (DAU) dan seragam haji ternyata belum selesai, Menag RI HM. Maftuh Basyuni sepulang dari Saudi Arabia akan menggelar rapat lagi dengan DPR RI untuk menuntaskan kedua masalah tersebut.

Menurut anggota Komisi VIII DPR RI KH. Fuad Anwar, DPR minta laporan secara rinci dan detil dari tahun ke tahun. Sebab, dengan laporan keuangan DAU dari tahun ke tahun maka masyarakat akan mengetahui sejauh mana uang umat Islam yang diperoleh melalui efisiensi haji setiap tahun itu digunakan.

“Kalau laporan DAU itu setiap tahun, masyarakat dan DPR sebagai pengawas akan mengetahui kegunaan DAU itu untuk apa? Justru karena kurang transparannya pengelolaan DAU itulah yang antara lain mengakibatkan beberapa pejabat Depag RI diadili dan masuk penjara. Dengan begitu, ke depannya, Depag RI harus lebih terbuka dan bertanggungjawab,” ujar Fuad Anwar kepada pers di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (26/6).

Sementara soal seragam haji kesepakatan pemerintah dan DPR juga belum ada kesepakatan. Tapi dalam surat yang dikeluarkan Depag RI Cq a.n Direktur Jenderal Pembinaan Haji (Drs. H. Moh. Muchtar Ilyas) justru pakai merek “Maxitile atau Trisita”. Merek inilah yang diprotes DPR dan HM. Maftuh Basyuni diminta merevisi.

Dijelaskanya, keterlibatan pejabat dalam penentuan merek perlu diberi sanksi. Sebab, sesuai UU Persaingan Usaha penentuan merek oleh pejabat negara melanggar UU. Tapi, Menag mengakui tidak tahu dan berjanji akan merevisi.

“Itu harus bebas merek. Kalau tidak, maka akan membuat masyarakat curiga ada kaitan apa Depag RI dengan merek kain itu. Itu juga akan memberatkan jamaah haji. Kalau sulit dicari di pasar, apakah Depag RI akan jadi mensuplai seragam warna biru telur bermerek tersebut?” tanya KH. Fuad Anwar lagi.

Seragam haji biru telur asin ini untuk baju atasan saja, sedangkan modelnya bebas baik bagi jamaah haji pria maupun wanita. Di dada sebelah kiri atas terpasang label bendera merah putih dan dibawahnya bertuliskan Indonesia. Untuk menunjukkan asal daerahnya ditulis asal provinsi masing-masing jamaah di bawah tulisan Indonesia.

Di seragam baju itu tidak boleh ada tulisan atau gambar-gambar lain selain yang sudah ditentukan. Baju seragam dipakai sejak pemberangkatan, ke pergi Masjid baik di makkah maupun di Madinah, Arafah Mina, ziarah dan ketika pulang ke tanah air. Selain untuk mempermudah mengenal jamaah asal Indonesia, juga diharapkan tidak sulit menceri jamaah yang kemungkinan nyasar atau ketika tertimpa musibah di tanah suci. (dina)