Kendati rapat paripurna tentang interpelasi lumpur Lapindo gagal mengambil keputusan, anggota Komisi V DPR Abdullah Azwar Anas menyatakan, proses interpelasi mengenai semburan lumpur panas di Sidoarjo tidak boleh dihentikan di tengah jalan. Hal ini penting guna menunjukan bahwa DPR berpihak kepada rakyat, bukannya pemerintah dan pengusaha.
“Hendaknya DPR bisa membuktikan bahwa interpelasi bukan hanya jargon politik, namun menjadi sebuah proses politik yang dapat berjalan secara pararel dengan proses hukum dan penyelesaian di lapangan, “ kata Anas di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/7).
Menurutnya, proses interpelasi Lapindo menjadi pertaruhan citra DPR di mata masyarakat sehingga tidak berhenti sebagai jargon politik saja. “Saya tetap berharap interpelasi tetap jalan. Karena targetnya, ada proses percepatan dan penyelesaian, ” sambung anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa itu.
Ditegaskannya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang digelar Kamis 19 Juli tidak perlu lagi menunda penjadwalan pengambilan keputusan di paripurna hari Jumat pekan ini sehingga dalam paripurna usulan Interpelasi dapat diputuskan menjadi interpelasi Dewan.
“Sehingga pada saat reses dan kunjungan dewan ke daerah, khususnya Jawa Timur, DPR sudah dapat mempertanggungjawabkannya kepada rakyat, ” tandas Azwar, yang juga mantan Ketua Umum IPPNU.
Sementara itu, anggota Komisi VII, Ade Daud Nasution meminta agar interpelasi tidak dilanjutkan, tapi membentuk tim pengawas penanganan lumpur Lapindo oleh Komisi VII.
“Kalau saya, katanya, "bukan untuk cari sensasi tapi solusi. Sebab sepertinya proses politik ini (interpelasi) justru dimanfaatkan oleh kepentingan politik partai tertentu di Jawa Timur. "
Seperti diketahui, DPR pada rapat paripurna kemarin gagal mengambil keputusan karena lima fraksi di DPR menolak interpelasi dilanjutkan. Lima fraksi itu adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, FPBR, FPDS, dan FPBD. (dina)