Keberadaan dan kegiatan yang dilakukan laboratorium Naval Medical Research Unit two (NAMRU-2) sudah menyimpang dari kesepakatan yang tertuang Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
“Sebelum muncul masalah Namru ini, kita di Komisi IX tidak pernah tahu mengenai keberadaan Namru. Namun, saya sudah mendengar informasi dari beberapa pihak bahwa Namru bukan hanya melakukan kegiatan riset dan penelitian tentang kesehatan, tetapi juga banyak melakukan hal-hal semacam kegiatan intelijen, ” kata Anggota Komisi IX (bidang kesehatan) Rudianto Tjen, di Gedung DPR Jakarta, Rabu (22/4).
Menurutnya, dari hasil-hasil riset yang Namru lakukan selama ini, ternyata Namru dapat mengetahui keadaan Indonesia secara keseluruhan, termasuk keadaan di Papua, Aceh, dan daerah lain di tanah air.
“Inilah yang mengherankan kita. Kalau mereka hanya bertujuan untuk melakukan riset kesehatan, darimana mereka mengetahui keadaan Indonesia secara mendetail, ” tandas anggota FPDI-P ini.
Ia menghimbau, agar peneliti-peneliti Indonesia yang tergabung di Namru dapat menjunjung tinggi rasa nasionalisme, sehingga tidak mudah tergoda menjual semua informasi dan aset berharga yang ada, dan dikerahkan untuk melakukan kegiatan intelijen terhadap negaranya sendiri.
Setelah habis masa reses, lanjut Rudianto, Komisi IX akan mengundang menteri kesehatan untuk mendengarkan keterangan dan membahas Namru.
Dia juga meminta agar Departemen Luar Negeri tidak hanya memikirkan hubungan diplomatik dengan AS, karena hubungan diplomatik tersebut tidak akan berguna bila ternyata merugikan Indonesia.
“Pemutusan kerja sama soal Namru ini tidak akan mengganggu hubungan diplomatik bila Namru benar-benar digunakan untuk riset. Kalau kerja sama soal Namru ini kita hentikan dan AS tersinggung, berarti memang ada hal lain yang dikerjakan di Namru, ” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Militer Indro Tjahyono menghimbau agar pemerintah Indonesia tidak ragu-ragu untuk bersikap tegas dengan siapapun yang mengancam keselamatan rakyat Indonesia.
“Amerika memang mitra dalam pertahanan. Tetapi kalau soal pelanggaran kedaulatan, Indonesia harus tegas, ” imbuhnya.
Menurutnya, saat ini Indonesia harus sadar dan bangkit dari ketertinggalan teknologi pertahanan, karena virus penyakit menular telah dijadikan persenjataan modern oleh negara maju meninggalkan persenjataan yang konvensional.
”Kita tidak bisa terus-terusan menjadi pemasok bahan baku apalagi yang dilakukan secara illegal sejak 2005, ” tandasnya.(novel)