Pemerintah didesak untuk tidak main-main dengan kontrak kekayaan alam gas di Natuna yang saat ini dikuasai Exxon. Politisi-politisi di DPR siap mengambil langkah politis yang keras apabila negosiasi tentang hal itu merugikan rakyat.
"Dulu ketika Bush datang ke Bali, Blok Cepu terlepas dan sekarang Bush ke Bogor jelas ingin menguasai Natuna," kata anggota DPR Hakam Naja di Jakarta, Senin (20/11).
Menurutnya, Exxon, perusahaan multinasional di bidang pertambangan milik AS, telah mengantongi kontrak karya untuk mengeksplorasi migas di Natuna sejak 1985 dan kontrak itu akan segera berakhir pada 2007. Blok Alfa di Natuna memiliki kandungan gas hingga 46 triliun kaki kubik.
Ia menambahkan, selama masa kontrak karya tersebut Indonesia hanya mendapatkan devisa dari pembayaran pajak, yang jumlahnya sangat kecil, dan bukan bagi hasil eksplorasi.
"Mereka (Exxon) yang selama ini menguasai, biasanya akan memperpanjang terus penguasaan atas ladang-ladang gas itu. Exxon juga terus menunggu naiknya harga gas dan ketika tinggi baru mereka eksplorasi secara besar-besaran," terang dia.
Oleh karena itu, ia mengingatkan perlunya pemerintah melakukan negosiasi ulang kontrak karya tersebut atau menyerahkan pengelolaan kepada Pertamina dan bukan negara asing lagi.
Ditegaskannya, apabila kontrak karya Exxon habis dan ternyata pemerintah memperpanjang lagi kontrak itu sesuai dengan yang diinginkan AS, maka DPR siap mengambil langkah politik yang keras kepada Presiden untuk mempertanyakan kebijakan tersebut.
"Pemerintah harus ingat jangan sampai hal-hal yang prinsipil dikalahkan dengan iming-iming dan karenanya harus ada tekanan dari DPR kepada pemerintah karena kejadian seperti ini terus saja berulang-ulang," ujar politisi asal PAN.
Hakam mengingatkan, bahwa kunjungan Bush ke Bogor itu sudah jelas bukan kunjungan gratis, tapi diplomasi dagang untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari Indonesia.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Center for Information and Development Studies (CIDES), Umar Juoro menyatakan, kunjungan Bush tidak boleh menjadi upaya penekanan kepada Pemerintah Indonesia agar lebih mengamankan kepentingan perusahaan AS khususnya yang bergerak di sektor migas dan pertambangan, Umar menilai pemerintah Indonesia harus bisa menegosiasikannya secara seimbang.
"Tentu saja Bush akan mendorong aktivitas perusahaan AS di Indonesia terutama di sektor, minyak, gas dan tambang. Namun, selama kita bisa menegosiasikannya secara seimbang, tentu tidak ada pemaksaan,” katanya. (dina)