Angggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Timur KH Mujib Imron meminta agar sejumlah bintara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang memasuki pesantren di Sumenep, Jawa Timur, untuk tidak mematai-matai kegiatan pesantren. Kendati punya maksud untuk meningkatkan kepribadian, keimanan, dan ketakwaan para prajurit kepolisian itu kepada Allah Yang Maha Kuasa,agar lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Menurutnya, situasinya saat ini kurang tepat karena pasti akan dicurigai oleh masyarakat khususnya keluarga besar pesantren jika masuknya bintara ke pesantren itu tetap akan dianggap sebagai mata-mata—intelejen untuk terorisme di Indonesia.
“Jadi, momentumnya sama sekali tidak tepat di tengah pemerintah sedang giat-giatnya memberantas terorisme di mana pesantren telah dicurigai sebagai sarang terorisme di Indonesia. Selain itu Noordin M. Top yang dianggap sebagai gembong terorisme juga belum tertangkap. Sehingga sebaiknya tidak usah masuk pesantren,” ujar Mujib kepada wartawan di Gedung DPD RI, Jakarta, Kamis (12/1).
Karena itu setelah audiensi dengan Kapolda Jatim Irjen Pol. Herman S. Sumawiredja dan jajarannya di Surabaya beberapa waktu lalu, Pengasuh Pesantren Terpadu Al-Yasini, Ngabar Kraton Pasuruan ini mengusulkan sebaiknya Kapolda Jatim memberikan pembinaan dan bimbingan mental spiritual tersebut tetap di lingkungan kepolisian dengan menghadirkan para kiai dan ustadz dari pesantren.
Ia menambahkan, kalaupun tetap masih dibutuhkan, para bintara tersebut bisa masuk ke kampus untuk membuka wawasan mereka terkait pentingnya pendidikan etika, moral, dan akhlak. "Toh, tingkat pengetahuan agama bintara tersebut masih pemula, sehingga tepat kalau mereka itu masuk kampus dan dibimbing oleh dosen agama di perguruan tinggi daerah masing-masing."
Gus Mujib, demikian ia disapa, kekhawatiran masuknya para bintara ke pesantren itu datang dari berbagai pengasuh pesantren di Jawa Timur, juga pimpinan cabang Nahdlatul Ulama di Jawa Timur, yang keberatan dengan masuknya bintara ke Pesantren tersebut, karena pesantren para kiai itu takut dicurigai masyarakat sebagai sarang teroris. “Selain itu kekhawatiran pengasuh pesantren bertujuan untuk mematai-matai pesantren,” imbuhnya. (dina)