Pertentangan dalam merespon RUU Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP) belakangan ini harus diwaspadai karena akan dijadikan momentum empuk bagi provokator yang akan menggunakan simbol-simbol agama untuk memecahbelah bangsa.
Pihak ketiga itu sudah berhasil menjadikan isu-isu tersebut untuk mengancam eksistensi NKRI, karena bahasa yang digunakan mereka selama ini adalah bahasa-bahasa agama, provokatif, emosional, dan tidak rasional.
Demikian ditegaskan anggota DPD asal Jatim KH Mujib Imron SH kepada wartawan di Gedung MPR/DPD RI Jakarta, Senin (22/5) kemarin terkait makin maraknya aksi menolak maupun mendukung RUU APP.
Menurut Gus Mujib, sapaan akrab Wakil Rais Syuriah PCNU Kabupaten Pasuruan yang terlibat langsung dalam pembahasan RUU APP di PAH III DPD RI, mereka yang menolak RUU APP itu belum memahami draft RUU APP itu sendiri.
Tapi, lanjutnya, yang penting pertentangan itu harus dihentikan dan mewaspadai kelompok-kelompok yang ingin memecah belah bangsa. Kita serahkan semua ini pada mekanisme proses perundang-undangan. “Toh, semua aspirasi masyarakat baik yang pro maupun kontra selama ini, sudah cukup menjadi masukan bagi legislator (DPR, DPD), dan pemerintah untuk mengambil keputusan. Yang pasti semua harus memahami prosedur pembuatan undang-undang,” katanya.
Ia menambahkan, para legislator dan pemerintah harus arif dalam menerjemehkan aspirasi masyarakat selama ini menjadi bahasa hukum positif yang mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, ketertiban, serta memperhatikan nilai-nilai agama, budaya, persatuan, dan kesatuan bangsa. Sesuai Pasal 6 Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Selain itu harus diingat dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam membangun bangsa ini harus berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, keadilan yang beradab, persatuan, permusyawaratan, dan kesejahteraan sosial. Karena itu Gus Mujib meminta semua pihak agar menghindari kecurigaan-kecurigaan terhadap mereka yang mendukung maupun yang menolak dengan membawa isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), dan adanya kepentingan asing.
Ketika ditanya bagaimana dengan rencana MUI yang akan mengumpulkan ribuan ulama untuk membahas dan mendukung RUU APP tersebut di Pesantren Gontor? Gus Mujib berharap itu sebagai yang terakhir. Karena aspirasi masyarakat yang berkembang sudah cukup, selanjutnya proses perundang-undangan itu serahkan kepada legislatif dan pemerintah. (dina)