Eramuslim.com -Membandingkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dengan lockdown dinilai salah. Apalagi yang menyampaikan Presiden Joko Widodo.
Rakyat menjerit setelah diterapkan PPKM darurat karena kebijakan itu prematur dan tidak dirancang secara komprehensif.
“Kebijakan itu prematur dan tidak dirancang secara komprehensif, kebijakannya sekadar memproteksi kegiatan masyarakat dengan berbagai jenis larangan dan pembatasan namun lemah dalam mempromosikan aspek ‘social recovery’,” demikian analisa Andi Yusran, Jumat (30/7).
Pengamat politik Universitas Nasional ini mengatakan, Jokowi, sekadar menonjolkan pemulihan sosial hanya ditonjolkan pada bantuan sosial (Bansos). Padahal di lapangan kerap muncul masalah pendistribusiannya.
Dalam pandangan Andi, PPKM darurat masuk kategori ilegal.
Doktor Ilmu Politik Universitas Padjajaran itu berargumentasi, PPKM darurat tidak memiliki legal standing. Sebab, UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak mengenal diksi PPKM bahkan PSBB yang pernah diberlakukan pemerintah.
“Kebijakan PPKM Darurat itu ilegal karena tidak punya legal standing, UU Karantina kesehatan tidak mengenal jenis itu,” kata Andi.
Jokowi, diduga menerapkan kebijakan PPKM darurat tidak mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan karena ingin lepas dari tanggung jawab sosial ekonomi.
“Pemerintah enggan mengambil kebijakan lockdown/karantina wilayah karena menghindari tanggung jawab sosial-ekonomi,” demikian Andi Yusran dilansir Kantor Berita Politik RMOID.
Diketahui Presiden Joko Widodo mengaku telah mendengar aspirasi masyarakat kecil yang menjerit agar PPKM Darurat dibuka.
Atas dasar itu, pemerintah tidak memberlakukan lockdown karena dinilai akan menutup total seluruh sektor yang justru semakin memberatkan rakyat.
PPKM Darurat itu kan semi lockdown. Itu masih semi saja, saya masuk ke kampung, saya masuk ke daerah, semuanya menjerit minta untuk dibuka,” ucap Jokowi dalam acara pemberian bantuan presiden produktif usaha mikro di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/7).[rmol]