Analisa Faisal Basri Kian Terbukti, Perusahaan China Mulai Operasi Pabrik Nikel 50 Ribu Ton di Morowali

eramuslim.com – Investasi industri nikel di Sulawesi yang makin banyak dilakukan perusahaan China kian membuktikan besarnya ruang yang diberikan oleh Indonesia untuk menopang hilirisasi  industri di negeri tersebut.

Baru baru ini, dikabarkan Salah satu Perusahaan raksasa China, Tsingshan Group, telah mengoperasikan smelter nikel berkapasitas 50 ribu ton secara komersial di Indonesia.

Banyaknya investasi perusahaan China sejalan dengan pendapat ekonom Faisal Basri, bahwa hilirisasi industri yang dilakukan rezim Jokowi tidak menguntungkan Indonesia. Justru, lebih banyak menguntungkan negeri Tiongkok.

Informasi terkait operasi smelter tersebut menurut  tiga sumber ditulis oleh media internasional Reuters, Senin 21 Agustus 2023.

Menurut sumber, pabrik milik perusahaan raksasa Tiongkok itu mulai berproduksi secara komersial minggu lalu. Menariknya, media tersebut menyebut bahwa ketiga sumber meminta nama mereka dirahasiakan karena tidak berwenang untuk berbicara kepada media.

Pabrik yang berbasis di Morowali itu, direncanakan memiliki kapasitas akhir tahunan sebesar 50.000 ton.

Tsingshan tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters melalui panggilan telepon atau email.

Padahal, pabrik tersebut disebutkan sudah mulai membuat pelat nikel, menurut sumber itu. Belum jelas berapa kapasitasnya saat ini dan kapan kapasitas pabrik sebesar 50.000 ton tercapai.

Sumber-sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Tsingshan berencana untuk mengajukan permohonan agar nikel yang diproduksi di pabrik Morowali terdaftar sebagai merek pengiriman (delivery brand) di London Metal Exchange (LME), yang membutuhkan produksi stabil paling tidak dalam tiga bulan.

Sebuah anak perusahaan Zhejiang Huayou Cobalt Co juga disebutkan menerima persetujuan atas produksi nikelnya di pabrik berkapasitas 36.600 ton di Provinsi Zhejiang untuk didaftarkan sebagai merek pengiriman di LME.

Jingmen Gem Co, unit dari GEM Co, juga mendaftarkan nikelnya di LME dari pabriknya yang berkapasitas 10.000 ton di Provinsi Hubei.

Lebih banyak produsen China diperkirakan akan mengajukan merek nikel mereka untuk dicatatkan di LME, terutama setelah LME memangkas waktu tunggu pencatatan sebagai bagian dari programnya untuk menghidupkan kembali volume perdagangan nikel setelah krisis 2022.

Volume merosot setelah harga nikel LME naik dua kali lipat hanya dalam beberapa jam dalam perdagangan yang kacau pada 8 Maret 2022, mendorong LME untuk menangguhkan pasar nikelnya untuk pertama kalinya sejak 1988 dan membatalkan semua perdagangan nikel pada hari itu

Kritik Faisal Basri

Ekonom Indef Faisal sebelumnya adu pendapat dengan Presiden Jokowi soal untung rugi hilirisasi nikel.

Salah satu poin yang ditekankan Faisal Basri adalah angka ekspor besi baja yang diklaim sebagai hasil hilirisasi tahun 2022 sebesar Rp510 triliun.

Tapi menurut hitungan Faisal, nilainya cuma Rp413,9 triliun, karena berbagai kebijakan seperti diskon pajak yang diberikan Indonesia.

Selain itu, terlepas dari perbedaan data, Faisal juga mempertanyakan ke mana uang hasil ekspor yang seharusnya dinikmati oleh Indonesia?

Menurut dia, hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Maka, adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.

“Berbeda dengan ekspor sawit dan turunannya yang dikenakan pajak ekspor atau bea keluar plus pungutan berupa bea sawit, untuk ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya. Jadi penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar,” ungkap Faisal.

Jika keuntungan perusahaan sawit dan olahannya dikenakan pajak keuntungan perusahaan atau pajak penghasilan badan, lanjut Faisal, perusahaan smelter nikel seharusnya bebas pajak keuntungan badan karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. (Sumber: CNBC.com)

Jadi, kata nihil pula penerimaan pemerintah dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel.

Perusahaan-perusahaan smelter China Menurut Faisal menikmati “karpet merah” karena dianugerahi status proyek strategis nasional. “Kementerian Keuanganlah yang pada mulanya memberikan fasilitas luar biasa ini dan belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada BKPM,” terang Faisal. (sumber: terkini)

Beri Komentar

4 komentar

  1. Seblmnya perusahaan usa, german, jepang perancis, dll, sdh diundang msk ketambang, cina yg bersedia bangun smelter. Freeport sdh 60 thn, dipapua, gunung jadi lembah krn dikeruk, sampai saat ini blm ada smelter selesai ( di gresik baru 70%) , cina butuh 3 thn sdh berproduksi. Mana barat hanyamau bahanmentah.

  2. Amerika dengan Freeportnya yang sudah lebih 35 tahun mengeruk Emas dan turunannya dari PAPUA kok diem aja,gak pernah di bahas
    Apa sudah ada dapat fee dari sana secara rutin??