Memasuki tiga tahun pascatsunami, sebanyak 203 anak korban tsunami masih terpisah dari orangtuanya. Mereka tersebar di sejumlah panti asuhan dan pondok pesantren di enam provinsi di Indonesia.
Pemerintah Aceh bersama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias berupaya memulangkan mereka ke keluarganya. Semua keluarga anak korban tsunami ini sudah teridentifikasi.
Manajer Perlindungan Anak Kedeputian Pendidikan, Kesehatan, dan Peran Perempuan BRR, Dedi Sofyan, mengatakan 203 anak korban tsunami tersebar di Provinsi Sumatera Utara (82 orang), Riau (23 orang), Jakarta (17 orang), Jawa Barat (23 orang), Yogyakarta (4 orang), dan Jawa Timur (54 orang). Usia mereka berkisar antara 10 hingga 18 tahun.
Badan Rekonsiliasi dan Rehabilitasi (BRR) bekerja sama dengan Dinas Sosial Aceh sudah membentuk tim yang beranggotakan 30 personil pada April 2007, untuk mendata anak-anak korban tsunami yang masih bertahan di luar Aceh.
“Saat ini ada 30 anak yang mendesak untuk dipulangkan ke Aceh, karena sudah sangat rindu dengan keluarganya yang telah tiga tahun ditinggalkan. Upaya memulangkan mereka kembali ke Aceh bukan perkara gampang. Misalnya, ada anak yang tinggal di panti asuhan dan pondok pesantren yang sudah bersekolah di sana, ”ungkapnya di Banda Aceh.
Namun, lanjut Dedi, tidak jarang ada juga anak yang sudah kembali ke orang tuanya, berniat kembali ke panti asuhan atau pondok pesantren yang mengasuhnya, karena ingin melanjutkan pendidikan di sana.
Karena itu, Ia berharap Pemerintah dan masyarakat Aceh bisa menjamin keberlangsungan pendidikan anak-anak korban tsunami, setelah dipulangkan ke keluarganya. “Ada anak yang sudah kembali ke keluarga namun putus sekolah karena tidak ada biaya, ” kata Dedi.
Kepala Dinas Sosial Provinsi Aceh Ridwan Sulaiman mengatakan, sejak pascatsunami Dinas Sosial yang bekerja sama dengan berbagai stakeholder di Aceh telah memulangkan lebih dari 2. 000 anak yang tercerai berai dengan keluarganya akibat tsunami. (novel/tnr)