Kritikan terhadap Departemen Agama yang memiliki fungsi ganda sebagai regulator dan operator dalam penyelenggaraan haji, kembali mengemuka. Jika hal ini tidak diupayakan perubahannya akan menimbulkan persoalan yang berulang dalam penyelenggaraan haji setiap tahunnya.
"Tenggat waktu yang terlalu dekat, selesai haji tahun ini langsung masuk lagi kepada persiapan haji tahun berikutnya, maka hasil evaluasi dan perencanaan ke depan tidak berjalan optimal, sehingga tetap saja menimbulkan persoalan lagi, "ujar Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Asrul Aziz Taba dalam Rapat Dengar Pendapat dengan PAH III DPD RI, di Ruang GBHN, DPD RI, Jakarta, Senin(4/1).
Menurutnya, meskipun penyelenggaraan haji merupakan kegiatan dilakukan secara rutin, namun persoalan yang muncul itu secara bergantian, dan tetap terkait dengan hal yang sama. Karenanya, AMPHURI mengusulkan agar dalam revisi UU No.17/1999 diprioritaskan adanya pemisahan fungsi regulator dan operator haji yang saat dipegang seluruhnya oleh Departemen Agama.
Menanggapi usulan tersebut, Wakil Ketua PAH III DPDRI Faisal Mahmud menyarankan agar Departemen Agama bisa mempertimbangkan usulan itu, dengan mengkombinasi unsur yang terlibat dalam pengaturan pelaksanaan haji, antara pemerintah, swasta, dan kelompok profesional yang berada di bawah naungan suatu badan khusus.
"Kita coba mengkawinkan, artinya Depag bukan sepenuhnya memberikan kepada swastanisasi murni penyelenggaraan haji, tetapi ada unsur pemerintah sebagai pengawasan langsung terhadap penyelenggaraan, sehingga Dirjen Haji itu menjadi satu badan. Artinya yang ada tetap Depag tetapi dia diawasi langsung oleh Menteri itu yang terkait peyelenggaraan, "jelasnya.
Namun, lanjut Faisal dalam pengelolaan dana harus diserahkan kepada pihak profesional mengelola manajemen keuangan, sehingga lebih transparan dan akuntabel. (novel)