Jamaah Ahmadiyah tak menyia-nyiakan ‘panggung’ yang diberikan oleh Komisi VIII DPR-RI, dan memanfaatkannya untuk menjelaskan pandangannya yang menyangkut masalah yang sangat mendasar bagi umat Islam. Yaitu adanya nabi sesudah Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wa Sallam. Inilah yang menjadi pangkal masalah pokok antara Jamaah Ahmadiyah dan Umat Islam.
Dengan pandangannya yang sangat jelas, bagaimana Amir Nasional Pengurus Besar Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Abdul Basit menegaskan bahwa Jamaah Ahmadiyah meyakini bahwa pangkat Nabi Muhammad saw sebagai khatamun nabiyyin (Penutup Nabi) tidak menutup munculnya nabi setelah Muhammad SAW.
"Ini yang selalu ditutup-tutupi bahwa pangkat Rasulullah saw sebagai khatamun nabiyyin ini tidak menutup kemungkinan ada lagi nabi dan pembantu beliau. Karena beliau mengabarkan tentang kedatangan nabi isa dan imam mahdi sesudah Muhammad saw," jelas Basit dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi VIII DPR RI, Rabu (16/2/2011) malam.
Basit menjelaskan definisi kenabian versi Mirza Ghulam Ahmad bahwa Mirza mendapatkan kehormatan bercakap-cakap dengan Tuhan. "Dia banyak berkata-kata dan berfirman kepadaku dan menjawab perkataanku, dan Dia banyak mendzohirkan hal-hal yang ghaib kepadaku dan membuka rahasia kepadaku tentang hal-hal yang akan datang. Karena banyak hal tersebut di atas, Dia menamakanku sebagai nabi. Jadi, sesuai dengan perintah Tuhan bahwa aku adalah nabi," kata Basit mengutip pernyataan Mirza dalam kitab Tadzkiroh.
Menurut basit, pembeda Jamaah Ahmadiyah dibanding Islam yang lain yaitu pengakuan bahwa Mirza merupakan Al-Masih dan nabi. "Yang membedakan dengan Islam yang lain, beliau menegaskan bahwa akulah nabi, yang lain masih menunggu, beliau sudah datang," tuturnya.
Sebagian besar kalangan ummat Islam dan para ulama pada umumnya mendesak Ahmadiyah kembali ke jalan Islam, yakni berpegang teguh pada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW. Namun, Ahmadiyah bersikeras mengakui ada nabi setelah Rosulullah SAW, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Selain itu, mereka juga berpegang pada kitab Tadzkiroh.
Hal itulah yang membuat para ulama dan ummat Islam pada umumnya mendesak Ahmadiyah lebih baik menjadi agama tersendiri saja di luar Islam. Sebab jika tidak, hal itu akan memicu pertentangan dan konflik yang tak berkesudahan.
Bibit dan benih timbulnya konflk tetap dipelihara oleh pemerintah, dan membiarkannya hidup, dan selalu akan menciptakan konflik, yang tidak akan pernah selesai. Selama Ahmadiyah masihs tetap ada.
Presiden SBY meminta segala persoalan diselesaikan dengan cara damai, dan ulama serta ormas Islam, melakukan berbagai cara, menyampaikan kepada para pejabat negara, pemikiran, data dan fakta, serta aksi unjuk rasa yang berulang-ulang, tetapi pemerintah tetap membiarkan Ahmadiyah hidup.
Sekarang Ahmadiyah diberi panggung oleh Komisi VIII, untuk tetap bersikukuh ada nabi sesudah Nabi Muhammad Shallahu Alaihi Wa Sallam, seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Basith, yang tentu akan semakin melukai hati dan aqidah umat Islam. (mi/inlh).