Sehingga menurut Rocky, amandemen baru dapat dilakukan jika ide tersebut berasal dari rakyat. Bukan usulan atau permintaan dari MPR.
“Jadi idenya dari bawah, maka itu kita katakan hak substantif rakyat itulah yang menggerakkan hak ajektif MPR untuk mulai memproses perubahan konstitusi, ini dia sendiri sibuk di atas terus dia suru kita kasak-kusuk, hasilnya adalah kedunguan,” ujarnya.
Menurutnya jika MPR mengerti tugas dan fungsinya, maka akan malu untuk mengajukan ide amandemen. Karena, menurutnya, tidak ada urgensinya bagi rakyat.
“Kalau mereka paham mereka akan malu mengajukan ide amandemen, karena menganggap nggak ada angin nggak ada hujan kok, rakyat biasa aja nggak ada urgensinya,” ujar Rocky.
Senada dengan Rocky, pengamat politik Refly Harun menilai perlu adanya penolakkan terkait amandemen. Terlebih tekait perpanjangan masa jabatan presiden.
“Kita harus tolak tiga materi itu, PPHN kita tolak, kemudian perpanjangan masa jabatan kita tolak, tiga periode apalagi,” jelasnya.
“Tapi bagaimana dengan peluang amandemen konstitusi yang lebih substantif, saya termasuk mendukung,” kata Refly.
Refly juga mempertanyakan hal apa yang akan diubah. Menurut Refly, pembahasan amandemen tersebut tidak sesuai dengan waktu dan kondisi saat ini.
“Soal pembahasan konstitusional amandemen, pertama kita bicara substansinya apa yang mau diubah, kedua timingnya, timingnya saat ini tidak,” tuturnya.