Eramuslim – Pencantuman aliran kepercayaan di kolom agama Kartu Tanda Peduduk (KTP) telah menimbulkan banyak polemik di kalangan masyarakat. Salah satunya dilontarkan oleh anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anton Tabah Digdoyo.
Anton memandang aliran kepercayaan sebagai hal negatif yang tak boleh berkembang di Indonesia. Pasalnya, NKRI adalah negara beragama bukan negara penghayat aliran kepercayaan.
“Keputusan MK itu menandakan negeri ini mundur ke zaman batu, animisme-dinamisme bakal tumbuh subur lagi di Indonesia, di era sains yang semakin maju,” ujar Anton dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/11).
Menurut Anton, rezim Orde Baru tak pernah menginginkan aliran kepercayaan berkembang.Bahkan, Presiden Soeharto saja, pernah mengatakan kepadanya bahwa aliran kepercayaan pada akhirnya harus hilang dan menginduk ke agama-agama yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Salah satu tujuan pembentukan MUI oleh saat Presiden Soeharto memimpin, ujar Anton, adalah untuk menghindari kesetaraan antara agama dan aliran kepercayaan.
“Jadi dengan disahkannya aliran kepercayaan setara dengan agama ini. Berarti MUI dan lembaga-lembaga agama telah kalah,” tegas mantan ajudan Pak Harto itu.
Anton pun berharap pemerintahan Joko Widodo-Jusu Kalla segera menyadari potensi konflik akibat putusan MK tersebut.
Menurutnya, kemajemukan bangsa Indonesia tak perlu ditambah rumit lagi dengan memberi ruang bagi aliran kepercayaan.
“Bangsa Indonesia ini sangat majemuk, namun karena dilegalkannya aliran kepercayaan, justru makin rentan konflik horizontal,” pungkasnya. (JP/Ram)