Yayasan Albayyinat mengaku prihatin atas peristiwa penyerangan Syiah di Sampang, sehingga menyebabkan dua korban jiwa tewas. Artinya, eskalasi konflik yang awalnya dipicu masalah keluarga sudah meningkat dibandingkan kejadian pertama Desember 2011 lalu.
“Kami sudah memprediksi bakal terjadi lagi, selama pokok permasalahan di Sampang tidak diselesaikan. Dulunya hanya dibakar rumahnya, sekarang sudah saling melukai fisik. Selama aliran Syiah terus berkembang di Jatim, ini akan terus terjadi,” kata Ketua Bidang Organisasi Yayasan Al-bayyinat Habib Achmad Zein Alkaf kepada beritajatim.com di kediamannya kawasan Ampel Surabaya, Rabu (29/8).
Yayasan yang mengawasi pergerakan Syiah di Indonesia ini mendesak Gubernur Jatim, Kapolda Jatim bersama ulama yang ada untuk membentuk tim pelaksana Fatwa MUI Jatim dan Pergub Jatim. “Jika tim itu sudah terbentuk, Insya Allah kejadian penyerangan seperti di YAPI Bangil dan Sampang bisa dicegah lebih dini. Selama ini pemerintah dan aparat kurang serius mengawasi aliran-aliran sesat yang ada di Jatim, sehingga selalu terlambat mengantisipasi gesekan,” tutur anggota Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Jatim ini.
Habib Achmad yang juga a’wan Syuriah PWNU Jatim ini menjelaskan, telah ada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jatim tentang Kesesatan Ajaran Syiah yang dikeluarkan pada 21 Januari 2012 dan sudah disosialisasikan. Sebelumnya fatwa MUI Sampang tentang kesesatan Syiah sudah keluar duluan.
Setelah keluarnya fatwa MUI Jatim itu, kemudian menyusul terbit Peraturan Gubernur Jatim nomor 55 tahun 2012 tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jatim yang ditandatangani Pakde Karwo pada 23 Juli 2012. Tapi pergub itu baru disosialisasikan saat Ramadan bulan Agustus tahun ini.
Dalam pergub Jatim ini memang tidak dikhususkan untuk aliran Syiah saja yang harus diawasi, melainkan semua aliran sesat yang ada di Jatim. Ini berbeda dengan SK Gubernur Jatim tentang pembekuan gerakan Ahmadiyah berkembang di Jatim yang sudah keluar lebih dulu.
Mengenai pernyataan Pakde Karwo yang menegaskan belum ada fatwa sesat Syiah dari MUI pusat, pihaknya mengaku tidak membutuhkan fatwa MUI pusat tersebut. Ini karena fatwa MUI Jatim sudahlah cukup.
“MUI pusat pada tahun 1984 silam sudah pernah mengeluarkan fatwa agar masyarakat, pemerintah dan ulama mewaspadai masuknya gerakan Syiah di Indonesia. Memang tidak melarang tegas seperti aliran Ahmadiyah, tapi dengan perintah mewaspadai, berarti kan sama saja bahayanya jika berkembang,” pungkasnya.
Beritajatim.com mendapat salinan pergub Jatim tersebut. Pada pasal 4 ayat 1 berbunyi “Setiap kegiatan keagamaan dilarang berisi hasutan, penodaan, penghinaan dan/atau penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia, sehingga dapat menimbulkan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat”.
Pasal 4 ayat 2 “Setiap orang dilarang untuk menyebarluaskan dan/atau ikut membantu menyebarluaskan aliran sesat”. Kemudian, pasal 5 ayat 1 “Terhadap kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Pemerintah Daerah harus segera menghentikan kegiatan tersebut. Ayat 2, “Kegiatan keagamaan dimaksud pada ayat 1 dikategorikan sebagai aliran sesat apabila memenuhi kriteria dan pertimbangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk agama Islam dan untuk agama lain dari majelis agama yang bersangkutan”.
Berdasarkan analisis beritajatim.com, selain masalah fungsi intelijen yang tidak berjalan optimal di Sampang dan Jatim dalam mencegah dini kejadian penyerangan, faktor lain juga jadi mendukung. Yakni, konflik keluarga antarkakak beradik KH Rois (Sunni) dan Tajul Muluk (Syiah) yang sama-sama punya pengikut besar.
Selain itu faktor utamanya adalah adanya fatwa dari MUI Cabang Kabupaten Sampang dan MUI Provinsi Jatim tentang kesesatan ajaran Syiah. Ini artinya, tidak ada koordinasi yang baik atau kurang kompak antara MUI pusat dan MUI di daerah. Pemerintah daerah di Sampang juga mendukung fatwa tersebut.
Sedangkan, Gubernur Jatim Soekarwo menegaskan, tidak bisa melarang Syiah berkembang di Jatim, karena belum ada fatwa dari MUI pusat tentang kesesatan Syiah.(fq/beritajatim.com)