Alasan Satu Putaran Digaungkan, Dirty Vote: Dua Putaran Membuat Risiko Kekalahan Menjadi Besar

eramuslim.com – Film dokumenter berjudul Dirty Vote jadi perbincangan begitu dirilis, Minggu (11/2/2024). Film yang membahas beberapa bentuk skandal dalam pemilihan umum 2024 itu bahkan cenderung membuat geger.

Ahli Hukum Tata Negara, Zaenal Arifin Muchtar bahkan mengungkap hal yang mengejutkan.

Zaenal Arifin Muchtar yang juga tampil dalam film, mempunyai prediksi sulitnya pasangan nomor urut 02 meraih kemenangan jika Pemilu berlangsung dua putaran.

“Kembali pertanyaannya soal mengapa satu putaran? dua putaran itu membuat risiko kekalahan bagi orang yang sedang memimpin itu menjadi besar,” kata Zaenal Arifin Muchtar di film tersebut.

Pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka di beberapa tren survei terakhir selalu berhasil unggul. Bahkan mereka jauh di atas mencapai 50 persen. Pasangan ini juga dicitrakan sebagai bagian dari penguasa saat ini.

Ini tentunya menjadi angin segar bagi pasangan ini dan punya optimisme lebih bisa meraih kemenangan di Pemilu satu putaran saja.

Dia menjelaskan bahwa sebenarnya secara ilmu politik dan hukum tata negara bahwa pertarungan Pemilu itu seringkali melahirkan dikotomi (membagi dua kelompok).

“Dikotomi antara status quo dan perubahan, antara orang yang jualannya adalah melanjutkan yang terdahulu, dengan orang yang jualannya adalah ingin melakukan perubahan atau perbaikan secara mendasar,” jelasnya.

Lebih lanjut, menurutnya Dikotomi sendiri bukan khas dari Indonesia. Dan cenderung lebih sering terjadi di negara-negara lain.

Ia pun memberikan salah satu contoh dikotomi yang pernah terjadi di Indonesia yakni Kontek Pilkada DKI Jakarta yang berlangsung kala itu.

Dalam penjelasannya, memang Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan Djarot memenangkan paling atas, diikuti oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, serta kemudian Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Silviana.

Namun di putaran kedua apa yang terjadi, pasangan yang di dukung oleh Presiden itu harus kalah. Karena bersatu kekuatan dari dua lawan mereka sebelumnya.

“Kalau Anda lihat Pilkada DKI Jakarta, menurut data survei secara konstan sebenarnya pasangan Ahok dan Djarot yang kita ketahui didukung juga oleh Presiden Jokowi senantiasa secara konstan memenangkan posisi paling atas dari semua survei,” tuturnya.

“Tetapi yang terjadi adalah putaran kedua keadaan tersebut berbalik, mengapa berbalik? karena bersatunya kekuatan pengkritik atau bersatunya kekuatan yang melawan orang yang paling teratas itu Anies dan AHY, seakan-akan memiliki angka penjumlahan antara jumlah suara Anies dan AHY pada saat itu,” lanjutnya.

Hal ini tentunya juga mengancam pasangan capres nomor urut 02 setelah munculnya gerakan empat jari yang diduga penggabungan dari kedua paslon nomor urut 01 dan 03.

“Gerakan 4 jari itu seakan-akan menjadi tawaran seakan-akan menjadi simbol bahwa ke depan dalam Pilpres kali ini adalah penggabungan kekuatan 01 dan 03 melalui gerakan empat jari atau gerakan 04,” terangnya. (sumber: fajar)

Beri Komentar