Yang berbeda adalah bahwa pembubaran ormas kini tidak lagi melalui mekanisme pengadilan. Ironis dan membingungkan sekali bahwa kalangan pendukung kebijakan inilah yang dulu menolak kriminalisasi penistaan agama terhadap gubernur Basuki dengan dalih Hak Asasi Manusia. Kini, mereka ganti mengangkangi HAM dengan menihilkan peran peradilan dalam membatasi hak berserikat yang merupakan hak konstitusional.
HTI pun tentu bingung dengan tuduhan anti-Pancasila ini. Dari dulu mereka selalu mengadvokasi sistem negara baru (yaitu kekhilafahan), dan konsisten pula taat pada hukum Indonesia selama sistem baru tersebut belum terlaksana. Dengan segala keajaiban pemikiran mereka, HTI selalu konsisten dari awal dan dengan pemikiran tersebut mereka mendapatkan izin berdiri. Betapa bingungnya HTI ketika rencana pemerintah membubarkan mereka diumumkan oleh seseorang yang dulu pernah hadir dan memberi sambutan di acara HTI.
Apakah memang Pancasila adalah membingungkan? Ataukah kita saja yang bingung?
Presiden Joko Widodo melalui Perpres Nomor 54 tahun 2017 membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Berbeda dengan Pancasila model era orde baru dulu, UKP-PIP merangkul pihak-pihak dari berbagai kalangan dan aliran pemikiran. Tentu saja mudah menyebut beberapa kelompok pemikiran yang tidak terrepresentasikan dalam tim tersebut, tapi tentu ini merupakan kemajuan dan bolehjadi merupakan upaya yang baik.
Akan kita lihat bagaimana hasil dari tim ini, bagaimana perumusan Pancasila yang akan dihasilkan. Apakah UKP-PIP bisa memberi titik terang pada kebingungan kita dalam memaknai Pancasila? Apakah ia bisa membentuk konsep Pancasila yang konkrit dan benar-benar dapat mengakomodasi ke-‘bineka’-an dan ke-‘tunggal ika’-an secara seimbang? Ataukah akan dihasilkan Pancasila bernapas diktator sebagaimana P4 orde lama yang hanya dikemas lebih cantik saja (atau ‘ganteng’, karena dominan diisi pria)? Mari kita lihat dan amati perkembangannya.
Penulis; Fajri Matahati Muhammadin
Dosen Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada