Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud menyatakan, selama ini visi-misi IPDN tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah. Misalnya, daerah kelautan lebih membutuhkan camat yang berpendidikan kelautan. Daerah pertanian butuh camat dari berpendidikan pertanian.
"Baru, kalau mau jadi camat diberi pendidikan tentang kepemerintahan. Jadi tidak perlu IPDN, " papar dia Aksa Mahmud, di Jakarta, Selasa (10/4).
Ditegaskannya, pembubaran IPDN perlu dilakukan agar anggarannya bisa dialihkan untuk anggaran pendidikan nasional. Dengan demikian amanat UUD agar anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN bisa terpenuhi. "Anggaran IPDN itu cukup besar, Rp135 miliar per tahun, " katanya.
Terkait dengan hal itu, ia mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera membubarkan Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN). Sebab, sesuai dengan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas), tidak boleh ada pendidikan kedinasan hingga setara strata satu (S1). Jika ada, maka pendidikan harus setelah S1, itupun maksimal waktunya dua tahun.
"Pemerintah harus laksanakan UU itu. Kalau IPDN tidak dibubarkan, itu melanggar UU Sisdiknas, " jelasnya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar Presiden tidak mengabaikan UU tersebut, jika pemerintah tidak mau dianggap melanggar UU.
Kendati demikian, ia mengakui, pelaksanaan UU Sisdiknas belum sepenuhnya bisa dilakukan sebelum terbit Peraturan Pemerintah (PP)-nya. Ada tujuh PP yang berkaitan dengan UU tersebut. Satu sudah disahkan, tiga lagi sudah ada di Sekretariat Negara. (dina)