Kendati demikian, Agnes mengaku bahwa kala itu ia memang sudah tertarik dengan Islam sehingga dirinya menjadi mualaf tanpa adanya paksaan.
“Karena saya juga sudah tertarik melihat teman kos saya, akhirnya saya setuju. Enggak ada keraguan mengikuti agama suami. Betul-betul dari hati,” tegasnya.
Hanya saja, ketika memutuskan untuk berpindah keyakinan, Agnes melewati rintangan yang datang dari keluarga.
“Saya mau ngomong sama orang tua takut juga, masih ada keraguan. Karena saya harus menikah, aku harus menjadi Muslim. Pokoknya aku beranikan ngomong sama orang tua. Waktu itu yang paling menentang Mama, kala Papa welcome aja,” bener Agnes.
“Mama marah dikit karena saya kan dibaptis dari bayi. Saya sudah menjalani semua. Istilahnya, saya sudah lengkap di agama saya yang dulu.”
Namun, Agnes tidak menyerah untuk mendapatkan restu. Ia pun berbicara empat mata dengan sang ibu di hari ketika hendak mengucapkan dua kalimat syahadat.
“Waktu itu Mama cuma bisa menangis aja, mungkin enggak rela atau gimana. Sempat diam juga Mama beberapa hari. Tapi setelah saya di-Islamkan, lama-lama saya menyapa Mama dulu. Akhirnya seiring waktu Mama menerima juga,” pungkasnya.
Resmi menjadi mualaf, banyak hal yang berubah dari hidup Agnes, terutama dari segi spiritual, di mana ia merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta.
“Kalau dulu ibadah kan cuma seminggu sekali, tapi sekarang lima waktu dalam sehari. Saya merasa lebih dekat dengan Tuhan,” tandas Agnes. [Gelora]