Eramuslim.com – Gubernur DKI Ahok Tjahaja Purnama mengatakan, sebagian besar lahan Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Pluit, Jakarta Utara, dulu merupakan tambak udang. Kata Ahok, pemerintah telah memberi izin pembangunan perumahan di kawasan tersebut sejak tahun 1960-an. “Dulu PIK dan Pluit itu adalah tambak udang. Pemerintah setempat membuat tambak udang untuk membantu perekonomian warga,” ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Senin (24/8).
Menurut dia lagi, hutan bakau dan mangrove hanyalah sebagian kecil lahan Pluit serta PIK. Bahkan, pada tahun 1984, sebagian tumbuhan bakau tersebut sempat hancur karena abrasi. Pengembang yang mendapat izin membangun perumahan di Pluit kembali membuat hutan bakau. “Pada tahun 1980, posisi hutan bakau itu persentase kecil yang terletak di pesisir. Kemudian, pada tahun 1984 terjadi abrasi yang menyebakan kehancuran pada hutan bakau itu. Sampai sekarang masih ada,” ujarnya.
Ia bahkan mengatakan, hutan mangrove yang ada sekarang di PIK dan Pluit itu adalah hasil kontribusi pengembang setelah melihat kondisi mangrove yang hancur karena abrasi.
Menanggapi pernyataan Ahok tersebut, sejarawan yang direndahkan Ahok sebagai sejarawan goblok, JJ Rizal, hanya berkomentar singkat lewat akun Twitter-nya pada Selasa malam ini (25/8): “Pak Ahok enggak bisa bedain mana story, mana history.”
Setelah itu, Rizal juga mengomentari sebuah berita pada Selasa siang tadi yang membantah pernyataan Ahok tersebut. “Bung @mkusumawijaya membuka kepalsuan Pak Ahok terkait kawasan Pluit,” kata Rizal.
Memang, berita itu memuat pandangan, Marco Kusumawijaya, seorang arsitek yang juga Direktur Pusat Studi Perkotaan Ruang Jakarta dan mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta. Menurut Marco seperti diungkapkan dalam berita tersebut, pernyataan Ahok yang menyebut hutan bakau di PIK dan Pluit rusak karena abrasi tidak benar. Karena, kerusakan hutan bakau justru disebabkan tindakan pengembang yang memadatkan tanah di area tersebut.
Diungkapkan Marco, kawasan PIK dan Pluit dulunya merupakan lahan basah (wetland) yang terdiri atas hutan bakau dan rawa-rawa. Ia menyebut lahan basah ini memiliki banyak fungsi. “Wetland di pantai utara Jakarta berfungsi memurnikan air, menjaga keanekaragaman hayati, tempat hidup berbagai spesies, tempat menampung air dan menahan gelombang,” ujarnya.
Dalam perkembangannya, tambahnya, hutan bakau dan rawa-rawa di pantai utara Jakarta sempat diubah menjadi hutan konversi. Hal itu dilakukan sebelum pengembang kemudian perlahan-lahan masuk dan mengubahnya menjadi permukiman. “Akhirnya sekarang sebagian besar menjadi permukiman. Fungsi pantai utara bagian barat sekarang tak lebih dari menampung segelintir kelas menengah atas dengan cara yang salah, yakni memboroskan tanah,” katanya.
Rizal juga mengomentari berita yang memuat penjelasan pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pada Selasa ini juga terkait pernyataan Ahok tersebut. “Kepalsuan Pak Ahok soal Pluit semakin ngablak nih en #umatahokisme makin menggila,” kata Rizal.
Dalam berita itu, Direktur Walhi Jakarta Puput Putra mengatakan, tumbuhan bakau merupakan tanaman yang dinilai sanggup menahan gelombang air laut, bahkan yang levelnya sudah mencapai tahap tsunami. “Menahan gelombang tsunami saja mampu, apalagi cuma sekadar abrasi,” ungkap Puput.
Dijelaskan Puput, kerusakan hutan bakau di PIK dan Pluit lebih disebabkan terjadinya perubahan bentang alam oleh tangan manusia, yang mengubah lahan yang sebenarnya merupakan daerah resapan air itu menjadi permukiman. “Perubahan wilayah PIK dan Pluit dari kawasan hutan lindung bakau menjadi permukiman kondominium ini dalam sejarahnya penuh dengan kontroversi,” katanya.
Perubahan bentang alam yang terjadi di wilayah pantai utara Jakarta itu pula, tambahnya, yang membuat sampai saat ini wilayah tersebut sangat mudah terendam banjir. “Banjir di Pluit adalah indikasi wilayah itu telah mengalami pengurangan daya serap,” tutur Puput.
Rizal juga bercuit soal berita yang lain lagi. “Berita ini semakin membuka kepalsuan Pak Ahok en #umatahokisme meradang,” kata Rizal.
Berita yang dimaksud Rizal adalah berita yang memuat pandangan Restu Gunawan, sejarawan yang pernah meneliti akar masalah banjir di Jakarta dan penulis bukuGagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa. Dalam berita itu disebutkan, Restu membenarkan sinyalemen Rizal bahwa daerah Teluk Gong, Pluit, Krendang, dan sekitarnya memang dulu merupakan kawasan resapan air.
Seperti telah banyak diberitakan, terkait penggusuran secara biadab warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, oleh jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin Ahok, JJ Rizal mengatakan Ahok mestinya juga menggusur rumahnya sendiri karena berdiri di lahan utan mangrove yang dijadikan hunian mewah dan akibatkan penurunan tanah, banjir rob. “Apa Ahok sadar dan punya pengetahuan bahwa ia pun sejenis orang Kampung Pulo yang dituduh penghuni liar penyebak bencana banjir karena tinggal di Pluit? Kalau Ahok betul menngerti Jakarta, ya, kudunya dia lihat dirinya pun bagian dari penjahat lingkungan karena tinggal di kawasan 806 hektara hutan bakau. Ahok dukung reklamasi developer-developer gede yang jual kawasan mewah, persetan rusak lingkungan. Kalau Jakarta rusak, banjir parah, yang disalain si miskin,” kata Rizal lewat Twitter pada 20 Agustus lalu.(rd/pribuminews)