eramuslim.com – Anggaran makan gratis yang kini dikabarkan dipangkas hingga Rp7.500 per anak makin ramai jadi pembahasan.
Salah seorang ahli gizi, Hafizha Anisa SGz, turut menyoroti isu tersebut. Menurutnya, angka tersebut mustahil bisa memenuhi standar gizi yang jadi guideline FAO. Dia pun menyarankan agar nama program diubah sebagai snack agar tidak melanggar guideline.
“Sebagai ahli gizi, saranku ada dua: 1. Selamatkan martabat dengan ubah program makan bergizi (sarapan) jd snack (PMT-AS). Bisa pangkas anggaran tanpa melanggar guideline FAO,” tulis Hafizha, mengawali cuitan pada akun @hafizha_anisa di X.
Bahkan, dia menyebut program tersebut ngawur jika diteruskan.
“2. Ga usah diselenggarakan. Mending malu ketahuan bikin program ngawur daripada rugi 71 triliun,” sambungnya, di cuitan yang sama, dikutip Kamis (18/7/2024).
Hafizha juga menyebut, School meals punya guidelines dari FAO. “Ga lucu bgt ntar pas kena Audit FAO soal kalorinya baru ketahuan, Ini mah yg dikasih kalori snack bukan sarapan,” lanjut Hafizha di kolom komentar cuitannya.
“Downgrade aja terus dari Makan siang (700 kalori) ke Sarapan (500 kalori) ke PMT-AS/Snack (250 kalori). Maksa bgt nih progam,” kritik penerima penghargaan konten kreator kesehatan dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) ini.
Sebelumnya diberitakan, anggaran makan bergizi gratis dikabarkan akan dipangkas dari Rp15.000 menjadi Rp7.500 per anak.
Potensi berubahnya alokasi anggaran makan bergizi gratis atau MBG itu diungkapkan oleh Ekonom Verdhana Sekuritas Heriyanto Irawan dalam acara Mandiri Market Outlook 2024.
Dia mengaku pernah diajak diskusi dengan tim ekonom Prabowo-Gibran terkait anggaran MBG itu.
“Menurut saya menarik buat saya adalah setelah dikomunikasikan angka itu Rp71 triliun, kemudian tugasnya presiden elected ke tim ekonominya itu memikirkan apakah biaya makanan per hari itu bisa gak diturunin lebih hemat dari Rp15.000, mungkin ke Rp9.000, ke Rp7.500 kah? kira-kira begitu,” jelas Heriyanto.
Namun Heriyanto memastikan bahwa pria yang masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan itu menginginkan program ini dapat maksimal menyentuh setiap anak sekolah di Indonesia.
(Sumber: Fajar)