Ada Kelompok yang Ingin Aceh Tetap Bergolak

Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pemerintahan Aceh (PA), Ahmad Farhan Hamid menduga ada kelompok-kelompok yang ingin konflik di Aceh berkelanjutan. Karena itu, aparat keamanan diminta untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok itu.

‘’Karena tidak ada lagi konflik, mereka kehilangan pekerjaan, mau memelihara itu (konflik). Tidak boleh rakyat Aceh dan bangsa Indonesia dikorbankan,’’ tegasFarhan Hamid, Selasa (6/6), sebelum diskusi Parpol Lokal: Terobosan Demokratisasi Kekuatan Politik, di Jakarta.

Menurutnya, substansi RUU PA sudah cukup baik. Tidak ada hal buruk yang memicu konflik pascapenetapan RUU PA. Selama ini telah ada komunikasi yang baik. Media lokal Aceh selalu mempublikasikan perkembangan pembahasan RUU PA.

Namun ia melihat kemungkinan adanya elemen masyarakat yang tidak paham, sehingga mempersoalkan hal-hal yang semestinya tidak perlu dilakukan. ‘’Misalnya rapat tertutup. Rapat panja sudah mau selesai kok masih ribut soal rapat panja tertutup. Ini ada apa?’’ tanya dia.

Padahal angota DPR Aceh sendiri, lanjut dia, merasa bahwa rapat panja itu, tertutup tapi terbuka. Mereka bisa mengakses hasil rapat panja. Kalaupun ada pihak yang hendak menggerakkan masyarakat Aceh untuk memboikot pilkada, Farhan Hamid yakin masyarakat Aceh tidak terpengaruh. ‘’Kita sudah capek dengan konflik, masanya sekarang tenang, kondusif,’’ sambung koordinator Forbes anggota DPR asal Aceh itu.

Ia menambahkan, hingga kini sudah tidak ada lagi hal-hal yang bertentangan dengan MoU Helsinki. ‘’Hampir tidak ada. Tapi kita minta teman-teman di DPR Aceh untuk membuat daftar, tentang hal-hal di MoU yang belum terakomodasi. Kalau masih ada dan sudah pernah dibahas di pansus maka akan dimunculkan dalam pembahasan panja,’’ terangnya.

Dalam panja RUU PA terdapat pandangan bahwa seluruh hal yang tertuang dalam MoU Helsinki harus dirumuskan dalam UU PA. ‘’Padahal perintah pembuatan UU ada di 1 point 1 dan di dalamnya hanya beberapa masalah saja. Yang lain ada di point lain dan tidak berkaitan dengan UU,’’ katanya.

"Masalah ini perlu diklarifikasi dengan menteri yang terlibat dalam perundingan Helsinki. Kalau memang semua hasil MoU harus masuk ke UU PA maka harus dilakukan. Tapi jika tidak, maka menjadi tanggungjawab pemerintah untuk menyusun UU lain terkait dengan persoalan di MoU Helsinki," tutur politisi PAN.

Mengenai usulan PDIP tentang parpol lokal agar berafiliasi dengan parpol nasional serta rangkap anggota parpol nasional dengan parpol lokal, ditentang sejumlah pengamat.

Arbi Sanit, pengamat politik dari UI menilai hal itu sebagai bentuk post kolonialisme. Katanya, hal itu sama saja elit nasional mensubordinasi parpol lokal. ‘’Harusnya parpol lokal berbeda dengan parpol nasional. Supaya ada kompetisi antara parpol nasional dan parpol lokal,’’ ujar dia.

Hal serupa disampaikan pengamat politik dari UIN, Bachtiar Effendi. Ia menyarankan agar usulan PDIP ditolak saja. Semestinya keberadaan parpol lokal hanya pada tingkat lokal saja. Peran mereka untuk memperjuangkan aspirasi lokal. (dina)