Abbas Minta Indonesia Berperan Aktif di Annapolis

Abbas minta Indonesia terus memainkan peran dalam penyelesaian masalah Timur Tengah, terutama dalam konferensi internasional (katanya) untuk perdamaian yang membahas perjanjian damai Israel-Palestina yang akan diselenggarakan di kota Annapolis, Maryland, Amerika Serikat, pekan depan.

"Kami tetap meminta dukungan Indonesia, " kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia Fariz N. Mehdawi di Jakarta, Kamis (22/11). Fariz Mehdawi sendiri berasal dari kubu yang sama dengan Abbas. Salah satu kegemarannya adalah merokok Marlboro.

Ini ironis, karena Dubes Fariz sendiri pun sebenarnya meragukan efektivitas pertemuan yang melegitimasikan eksistensi ‘negara’ Israel tersebut.

Abbas sendiri dalam pertemuan tersebut akan mengajukan syarat pemindahan seluruh permukiman Yahudi di Tepi Barat, penarikan seluruh tentara Israel dari garis batas 20 September 2000 (sebelum pecah intifada kedua), dan pembebasan seluruh tahanan Palestina di Israel.

Semua syarat ini dipastikan akan ditolak Zionis-Israel mengingat setiap tuntutan terhadap Israel tidak pernah diindahkan oleh kaum keturunan kera dan babi tersebut. Berbagai resolusi PBB saja diacuhkan oleh israel, apalagi Abbas yang nyata-nyata merupakan kolaborator Zionis. Apa yang dituntut Abbas sebenarnya hanyalah lips-service. Tidak lebih.

Sekarang ini sedikitnya ada 40 ribu pengungsi Palestina yang terusir dari tanah air mereka yang saat ini diduduki penjajah Israel. Israel menjajah wilayah Palestina, termasuk Jerusalem, sejak usai Perang Enam Hari (Six Day War) pada 1967.

Dalam pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir Oktober lalu, Mahmud Abbas mengklaim, pertemuan Annapolis itu akan dihadiri negara tim kuartet yakni empat negara dari delapan negara industri (G-8), anggota tetap Dewan Keamanan PBB, serta negara-negara Arab, di samping Indonesia, Malaysia dan Turki.

Sebanyak 40 negara, termasuk Indonesia, diundang untuk hadir pada konferensi Annapolis yang diprakarsai Amerika Serikat, pada 27 Nopember 2007. Sebagai tuan rumah, Presiden George W. Bush dan Menlu Condoleezza Rice akan mempertemukan Presiden Palestina Mahmud Abbas dan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert. Sekjen PBB Ban Ki-moon juga akan hadir di sana.

Sudah seharusnya Indonesia tidak mengirim utusan siapa pun dalam konferensi ini, karena jika datang berarti Indonesia mengakui eksistensi penjajah Israel sebagai sebuah negara. Ini merupakan sesuatu yang sangat berbahaya dan pengkhianatan terhadap amanah Konstitusi Negara UUD 1945.

Dalam Konferensi Al-Quds Internasional 15-17 November lalu saja tidak ada utusan resmi dari pemerintah Indonesia. Jika pemerintah RI ternyata mau mengirim utusannya, maka sudah jelaslah ke mana arah politik internasional pemerintah SBY-JK berkiblat, lebih memilih Washington DC ketimbang Makkah.(novel/rz)